Mohon tunggu...
Irfiany Zulfa
Irfiany Zulfa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Everything happen for a reason

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Presensi atau Edukasi? (Analisis Persoalan Pendidikan Pandemi)

5 Juli 2021   16:17 Diperbarui: 5 Juli 2021   16:42 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh:

Irfiany Zulfa

(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ)

Pendahuluan 

            Kasus penyebaran virus Covid-19 saat ini semakin mengalami pelonjakan. Menurut berita yang dilansir oleh Kompas, mulai tanggal 3 Juli hingga 20 Juli PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat telah diberlakukan di sejumlah daerah, khususnya untuk pulau Jawa dan pulau Bali. Situasi ini mengharuskan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara jarak jauh yang dapat terbilang kurang berjalan dengan maksimal, karena sistem PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) mengurangi intensitas sosialisasi peserta didik dengan teman-teman mereka, dan hal ini mengundang kejenuhan peserta didik dalam menjalani PJJ tersebut. Hal tersebut memunculkan sejumlah persoalan pendidikan di masa pandemi yang bersifat laten atau tersembunyi. Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis akan membahas analisis solusi untuk beberapa persolan terkait pendidikan di masa pandemi ini melalui perspektif teori pedagogi kritis yang dikemukakan oleh Henry Armand Giroux.

Pendidikan di Situasi Pandemi       

            Penyebaran virus Covid-19 hingga saat ini belum terdapat tanda-tanda akan berakhir. Penyebaran yang semulanya sudah berkurang dengan ditandai banyak pasien penderita Covid-19 yang dapat disembuhkan seolah-olah menjadi kabar baik untuk masyarakat untuk segera bergerak menjalani kehidupan di era new normal. Namun, kabar ini tidak dapat bertahan dengan lama karena pergerakan statistik angka kasus Covid-19 ini justru malah terlihat semakin melonjak kembali. Dilansir dari berita BBC News Indonesia pada tanggal 16 Juni 2021, menurut ahli penyakit menular, Dicky Budiman, mengaku bahwa khawatir Indonesia kemungkinan akan mengalami ledakan 'bom waktu Covid-19' dalam dua hingga tiga pekan mendatang, jika pemerintah gagal mengantisipasinya. Oleh karena itu, masyarakat berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk mengusahakan pemberhentian penularan virus Covid-19 ini.

            Kasus Covid-19 yang semakin melonjak tinggi ini memberi pengaruh terhadap sektor-sektor yang ada di Indonesia, baik sektor perekonomian, pariwisata, politik, dan lain-lain, tak terkecuali dengan sektor pendidikan. Pelonjakan kasus Covid-19 yang terjadi saat ini menghalangi rencana pemerintah untuk membuka kembali sekolah dengan sistem tatap muka di era new normal. Hal ini membuat peserta didik kecewa dengan diurungkannya rencana pemerintah untuk membuka sekolah tatap muka dikarenakan keadaan saat ini menjadi semakin gawat. Dengan situasi yang semakin berbahaya ini, rencana mengenai pembukaan sekolah dengan sistem tatap muka sepertinya akan semakin sulit untuk terwujudkan. Akibatnya, para peserta didik harus kembali memperpanjang masa pendidikan dengan sistem PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).

           Kebijakan pelaksanaan PJJ yang diberlakukan oleh pemerintah merupakan antisipasi penyebarluasan virus Covid-19. Kebijakan ini diberlakukan dalam sektor pendidikan di Indonesia. Sistem PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) merupakan sistem pembelajaran jarak jauh yang di mana, peserta didik terpisah dengan pendidiknya (guru atau dosen), dan kegiatan belajar mengajarnya harus menggunakan berbagai sumber belajar yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta media lainnya yang mendukung. Sistem PJJ mengharuskan peserta didik untuk belajar di rumah mereka masing-masing dengan model pembelajaran berbasis virtual. Untuk menjalankan sistem PJJ ini diperlukan aplikasi atau platform yang menunjang, seperti Zoom US, Google Meet, Google Classroom dan aplikasi lainnya.

           Kebijakan PJJ dipilih pemerintah untuk melindungi peserta didik dari bahayanya ancaman virus Covid-19. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa situasi pendidikan di kala pandemi ini tidak dapat berjalan efektif. Dalam menjalani pendidikan di situasi pandemi ini, peserta didik menjalankan dengan setengah hati, karena rasa jenuh dan bosan yang dialaminya, sehingga dikhawatirkan materi yang disampaikan oleh pendidik tidak tersampaikan dengan baik kepada peserta didik. Hal ini didukung dengan survei pelaksanaan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) dan sistem penilaian jarak jauh berbasis pengaduan yang dilakukan oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) pada tanggal 8 Februari 2021. Dari survei tersebut dijelaskan bahwa KPAI menerima total 246 pengaduan online dari para siswa dan orang tua, mulai dari jenjang TK (Taman Kanak-Kanak) samapai jenjang SMA/sederajat.

          Dalam survei yang dilakukan oleh KPAI ditanyakan hal terkait platform apa saja yang digunakan, kenyaman peserta didik menjalani PJJ, kegiatan belajar mengajar selama PJJ dan lain-lainnya. Responden sebanyak 79,9% peserta didik menjawab bahwa selama PJJ berlangsung tidak ada interaksi sama sekali, pendidikan hanya memberikan tugas tanpa berdiskusi dua arah dengan peserta didik, sedangkan hanya 20,1% yang menjawab ada interaksi. Kejenuhan yang dialami oleh peserta didik tersebut lama kelamaan memunculkan sifat malas peserta didik dalam menuntut ilmu. Materi yang disampaikan secara kurang baik dan kurang menyenangkan dianggap peserta didik hanya membuang-buang waktu. Hal ini mengakibatkan dalam menjalani PJJnya peserta didik hanya mementingkan presensi agar dianggap sudah hadir mengikuti pelajaran, tanpa menyadari pentingnya ilmu yang disampaikan oleh pendidiknya.

          Kejenuhan serta kelelahan peserta didik menjalani pendidikan di situasi pandemi ini mendorongnya untuk sekadar mengisi presensi daripada mementingkan esensi dari pelajaran yang disampaikan. Hal ini membuat peserta didik tidak menerima materi secara baik dan benar. Akibatnya sistem pendidikan di Indonesia mengalami dilema, apakah yang harus diutamakan adalah penyebaran edukasi atau sekedar pengisian presensi? Jika dilihat melalui pengamatan rasional memang seharusnya penyebaran edukasi lah yang diperlakukan dalam situasi pandemi ini, namun kejenuhan peserta didik menjalani PJJ ini tidak menutup kemungkinan untuk peserta didik hanya mengutamakan presensi saja. Akhirnya, peserta didik hanya mengisi presensi atau tanda kehadiran saja daripada mendalami pelajaran yang disampaikan oleh pendidiknya.

          Dalam pandangan peserta didik, berjalannya pendidikan di kala pandemi bukanlah suatu hal yang urgen atau mendesak, sebab penyampaian materi selama PJJ kurang dapat berjalan maksimal dan tidak diterima dengan baik oleh peserta didik. Tidak dapat dielakkan bahwa sistem PJJ tidak dapat mengalahkan esensi dari pendidikan konvensional (tatap muka). Seperti yang kita ketahui, melalui sekolah tatap muka peserta didik dapat bersosialisasi dengan teman-temannya, mendiskusikan soal bersama, bergaul dengan teman-temannya sehingga perasaan jenuh karena menumpuknya tugas atau masalah yang ada di luar sekolah dapat dilupakan sejenak. Hal seperti itulah yang dirindukan oleh peserta didik untuk segera menjalani lagi aktivitas normal dengan pendidikan tatap muka. Oleh karena itu, muncul rasa malas yang mengakibatkan kurangnya rasa keingintahuan peserta didik untuk memahami pelajaran dalam sistem PJJ ini.

Solusi Menurut Perspektif Teori Pedagogi Kritis (Henry Armand Giroux)

          Henry Armand Giroux adalah salah satu tokoh sosiologi yang mengemukakan teori pedagogi kritis. Giroux mengaitkan peran kurikulum dalam pedagogi kritis. Konsep pedagogi kritis awalnya hadir sebagai kritik keras terhadap pendekatan reductionistik determinism yang berpandangan bahwa sekolah tidak memiliki harapan dan hanya menjadi bagian dari fungsi ekonomi, sosial, dan politik (Hidayat, 2011: 182). Giroux melihat fenomena di lapangan bahwa sekolah hanya menjadi kekuatan represif dalam masyarakat kapitalis (Hidayat, 2011:182-183). Melalui teori pedagogi kritis ini, Giroux optimis untuk mewujudkan sekolah yang demokratis.

          Menurut Giroux, pedagogi kritis penting untuk mengembangkan kemampuan multiple literasi. Kita perlu mengembangkan literasi sosial karena itu bermanfaat, sesuai dengan kebudayaan dan membangun kesadaran kritis. Oleh karena itu, diperlukan reformasi sekolah dan berbagai program pendidikan termasuk di dalamnya kurikulum harus membangun ruang kesadaran kritis bagi aktor-aktornya. Seperti halnya teori yang disampaikan oleh Giroux mengenai pedagogi kritis, hal ini membuka jalan solusi terhadap permasalahan peserta didik yang lebih mementingkan tanda kehadiran atau presensi daripada pentingnya edukasi. Teori pedagogi kritis beranggapan bahwa peserta didik harus meningkatkan kemauan literasinya sehingga rasa keingintahuannya pun dapat ditumbuhkan kembali.

          Minat literasi sebagai rangsangan untuk membentuk critical thinking atau berpikir kritis peserta didik sangat diperlukan dalam pendidikan. Kemauan peserta didik untuk berpikir kritis sangat penting dimiliki agar peserta didik tidak hanya menerima materi secara mentah-mentah dari pendidiknya, namun diteliti kembali kebenarannya, sehingga peserta didik pun lebih dapat memahami esensi dari ilmu yang diberikan oleh pendidiknya. Selain itu, penyampaian oleh pendidik juga memengaruhi peserta didik dalam meningkatkan minat belajar. Maka dari itu, untuk memunculkan sebuah kenyaman dalam pembelajaran sistem PJJ ini diperlukan penyampaian yang baik serta menyenangkan dari pendidik, agar minat belajar peserta didiknya dapat berkembang dan materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Hal ini pun akan membuat peserta didik merasa rugi jika tidak mendapat ilmu yang bermanfaat dengan penyampaian yang menyenangkan, sehingga peserta didik kembali mengutamakan edukasi daripada hanya sekadar mengisi presensi.

Sumber:

Buku

  • Hidayat, Rakhmat. (2011). Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Herlambang, Yusuf Tri. 2018. PEDAGOGIK: Telaah Kritis Ilmu Pendidikan dan Multiperspektif. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Mu'ammar, M. Arfan. (2019). Nalar Kritis Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD.

Jurnal

  • Khasanah dkk. (2020). Jurnal Pendidikan dalam Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Sinestesia Vol. 10 No. 1 (2020).
  • Wattimena, R. A. Alexander. (2018). Jurnal Pedagogi Kritis: Pemikiran Henry Giroux Tentang Pendidikan dan Relevansinya untuk Indonesia. Jurnal Filsafat Vol. 28, No. 2.

Situs Web

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun