Mohon tunggu...
Irfiany Zulfa
Irfiany Zulfa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Everything happen for a reason

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Presensi atau Edukasi? (Analisis Persoalan Pendidikan Pandemi)

5 Juli 2021   16:17 Diperbarui: 5 Juli 2021   16:42 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

          Kejenuhan serta kelelahan peserta didik menjalani pendidikan di situasi pandemi ini mendorongnya untuk sekadar mengisi presensi daripada mementingkan esensi dari pelajaran yang disampaikan. Hal ini membuat peserta didik tidak menerima materi secara baik dan benar. Akibatnya sistem pendidikan di Indonesia mengalami dilema, apakah yang harus diutamakan adalah penyebaran edukasi atau sekedar pengisian presensi? Jika dilihat melalui pengamatan rasional memang seharusnya penyebaran edukasi lah yang diperlakukan dalam situasi pandemi ini, namun kejenuhan peserta didik menjalani PJJ ini tidak menutup kemungkinan untuk peserta didik hanya mengutamakan presensi saja. Akhirnya, peserta didik hanya mengisi presensi atau tanda kehadiran saja daripada mendalami pelajaran yang disampaikan oleh pendidiknya.

          Dalam pandangan peserta didik, berjalannya pendidikan di kala pandemi bukanlah suatu hal yang urgen atau mendesak, sebab penyampaian materi selama PJJ kurang dapat berjalan maksimal dan tidak diterima dengan baik oleh peserta didik. Tidak dapat dielakkan bahwa sistem PJJ tidak dapat mengalahkan esensi dari pendidikan konvensional (tatap muka). Seperti yang kita ketahui, melalui sekolah tatap muka peserta didik dapat bersosialisasi dengan teman-temannya, mendiskusikan soal bersama, bergaul dengan teman-temannya sehingga perasaan jenuh karena menumpuknya tugas atau masalah yang ada di luar sekolah dapat dilupakan sejenak. Hal seperti itulah yang dirindukan oleh peserta didik untuk segera menjalani lagi aktivitas normal dengan pendidikan tatap muka. Oleh karena itu, muncul rasa malas yang mengakibatkan kurangnya rasa keingintahuan peserta didik untuk memahami pelajaran dalam sistem PJJ ini.

Solusi Menurut Perspektif Teori Pedagogi Kritis (Henry Armand Giroux)

          Henry Armand Giroux adalah salah satu tokoh sosiologi yang mengemukakan teori pedagogi kritis. Giroux mengaitkan peran kurikulum dalam pedagogi kritis. Konsep pedagogi kritis awalnya hadir sebagai kritik keras terhadap pendekatan reductionistik determinism yang berpandangan bahwa sekolah tidak memiliki harapan dan hanya menjadi bagian dari fungsi ekonomi, sosial, dan politik (Hidayat, 2011: 182). Giroux melihat fenomena di lapangan bahwa sekolah hanya menjadi kekuatan represif dalam masyarakat kapitalis (Hidayat, 2011:182-183). Melalui teori pedagogi kritis ini, Giroux optimis untuk mewujudkan sekolah yang demokratis.

          Menurut Giroux, pedagogi kritis penting untuk mengembangkan kemampuan multiple literasi. Kita perlu mengembangkan literasi sosial karena itu bermanfaat, sesuai dengan kebudayaan dan membangun kesadaran kritis. Oleh karena itu, diperlukan reformasi sekolah dan berbagai program pendidikan termasuk di dalamnya kurikulum harus membangun ruang kesadaran kritis bagi aktor-aktornya. Seperti halnya teori yang disampaikan oleh Giroux mengenai pedagogi kritis, hal ini membuka jalan solusi terhadap permasalahan peserta didik yang lebih mementingkan tanda kehadiran atau presensi daripada pentingnya edukasi. Teori pedagogi kritis beranggapan bahwa peserta didik harus meningkatkan kemauan literasinya sehingga rasa keingintahuannya pun dapat ditumbuhkan kembali.

          Minat literasi sebagai rangsangan untuk membentuk critical thinking atau berpikir kritis peserta didik sangat diperlukan dalam pendidikan. Kemauan peserta didik untuk berpikir kritis sangat penting dimiliki agar peserta didik tidak hanya menerima materi secara mentah-mentah dari pendidiknya, namun diteliti kembali kebenarannya, sehingga peserta didik pun lebih dapat memahami esensi dari ilmu yang diberikan oleh pendidiknya. Selain itu, penyampaian oleh pendidik juga memengaruhi peserta didik dalam meningkatkan minat belajar. Maka dari itu, untuk memunculkan sebuah kenyaman dalam pembelajaran sistem PJJ ini diperlukan penyampaian yang baik serta menyenangkan dari pendidik, agar minat belajar peserta didiknya dapat berkembang dan materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Hal ini pun akan membuat peserta didik merasa rugi jika tidak mendapat ilmu yang bermanfaat dengan penyampaian yang menyenangkan, sehingga peserta didik kembali mengutamakan edukasi daripada hanya sekadar mengisi presensi.

Sumber:

Buku

  • Hidayat, Rakhmat. (2011). Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Herlambang, Yusuf Tri. 2018. PEDAGOGIK: Telaah Kritis Ilmu Pendidikan dan Multiperspektif. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Mu'ammar, M. Arfan. (2019). Nalar Kritis Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD.

Jurnal

  • Khasanah dkk. (2020). Jurnal Pendidikan dalam Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Sinestesia Vol. 10 No. 1 (2020).
  • Wattimena, R. A. Alexander. (2018). Jurnal Pedagogi Kritis: Pemikiran Henry Giroux Tentang Pendidikan dan Relevansinya untuk Indonesia. Jurnal Filsafat Vol. 28, No. 2.

Situs Web

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun