Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Identitas Begitu Penting?

18 Juli 2021   13:06 Diperbarui: 18 Juli 2021   13:11 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebingungan

Mengapa Identitas Begitu Penting ?

Identitas merupakan suatu tanda, simbol atau unsur yang melekat pada tiap individu yang terbentuk sejak ia lahir dan bersifat diturunkan. Biasanya identitas diturunkan melalui perkawinan dan kelahiran. Ada juga identitas yang didapatkan karena mempertaruhkan nyawanya. Identitas bisa menjadi kebanggaan serta malapetaka karena identitas dapat memicu adanya konflik. Dengan sifat kebanggaan dari identitas masing-masing mengupayakan adanya bentuk stratifikasi sosial dalam tiap diri individu meskipun identitas ada yang bersifat horizontal. Melekatnya kebanggaan pada diri seseorang membuat identitas begitu penting dan patut diperjuangkan. Yang jadi pertanyaan adalah mengapa identitas menjadi begitu penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Kebangaan Menjadi Suatu Golongan.

Masyarakat merupakan sebuah kumpulan dari individu yang heterogen. Dalam kehidupan bermasyarakat, identitas membentuk suatu kelompok-kelompok yang masing-masing kelompok memiliki rasa kagum dan bangga atas identitas yang ia miliki. Kelompok ini pada dasarnya melihat individu yang bukan berasal dari kelompok mereka, biasanya membentengi rasa bangga mereka dengan kalimat "Bukan bagian golongan kami". Rasa bangga yang terorganisasi ini memunculkan sensasi memiliki yang besar dan menjadikan rasa bangga ini menjadi fanatik. Kefanatikan atas suatu identitas rawan memunculkan konflik karena dengan spekulasi bahwa "Golongan kami yang terkuat".

Di sebuah negara masyarakat menyatu dalam identitas kebangsaan sekaligus terpecah belah ke dalam agama, suku, ras, warna kulit dan bahkan status sosial. Konflik identitas bersifat horizontal dan vertikal. Konflik atas nama identitas yang bersifat horizontal bisa kita temui di Myanmar. Myanmar adalah negara dengan konflik identitas terlama di dunia saat ini. Sementara itu konflik identitas bisa kita temui di sekitar kita yang bersifat vertikal, yaitu antara majikan dan bawahan, pemberi kerja dan pekerja. Konflik identitas vertikal paling fenomenal dan menjadi sejarah dunia adalah konflik antara kaum bangsawan dan rakyat, yang terjadi di Perancis abad 18 yang disebut Revolusi Perancis.

Panggung Politik Identitas

Seringkali kita dipertemukan pada pesta raya demokrasi. Saat demokrasi berlangsung, berbagai macam atribut melekat pada tiap aktor politik. Di Indonesia, masyarakat melihat jelas para aktor politik ini mengenakan Peci Hitam saat berorasi di depan masyarakat atau berfoto. Identitas menjadi sangat problematik sekaligus strategik dalam mengikuti kontestasi politik dalam ruang lingkup terkecil, misalnya saja kampus sampai negara.

Demokrasi yang bercita-cita untuk mengutamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan suatu golongan menjadi identik dengan politik identitas. Demokrasi memberikan panggung kepada politik identitas. Aktor politik yang memainkan politik identitas memuji dan membela identitas yang bersifat mayoritas tanpa melupakan minoritas. Dalam sebuah negara yang demokrasi, nasionalisme adalah bentuk politik identitas paling ampuh untuk menarik simpati rakyat.

Setelah pesta demokrasi itu berlangsung, apakah politik identitas menjadi air keruh bagi demokrasi atau malah politik identitas menjadi air suci demokrasi. Pertanyaan ini muncul dalam benak saya ketika membaca buku Identitas, Tuntutan Atas Martabat dan Politik Kebencian karya Francis Fukuyama. Ia menjelaskan dalam bukunya bahwa

"Demokrasi liberal kontemporer tidak menuntut banyak imbalan atas perlindungan negara terhadap hak-hak warga negara dan khususnya hak untuk memilih..." hal. 200

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun