Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Review Buku: Pale Blue Dot, Carl Sagan

3 Juni 2021   10:28 Diperbarui: 3 Juni 2021   10:38 1982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sejak permulaan datangnya Zaman pencerahan, kasus Galileo menjadi semacam "mitos" yang kisahnya dibuat-buat berdasarkan kejadian-kejadian yang jauh dari kenyataan. Dalam hal ini, kasus Galileo merupakan simbol penolakan Gereja Katolik terhadap kemajuan sains, atau simbol pengaburan fakta "dogmatis" yang bertentangan dengan kebebasan mencari kebenaran." (hal. 40)

Membaca Pale Blue Dot, membuka pikrian saya terhadap apa yang seharusnya kita terima sebagai fakta dan doktrin, sangatlah perlu kita ragukan dan kita perlu mencari kebenaran. Entah, medium untuk mendapatkan kebenaran itu hanyalah lewat sains, bukan filsafat dan agama. Filsafat dan agama hanya mengantarkan kita terhadap teka-teki alam semesta.

Penjelajahan manusia belum berakhir hanya di pendaratan di Bulan. Proyek besar penjalajahan antariksa memerlukan dana yang cukup besar. Semua itu hanya untuk menemukan kehidupan lain selain di Bumi. Pada akhirnya, belum ditemukan kehidupan di Planet lain selain di Bumi.

Dalam Pale Blue Dot, menjelaskan bahwa planet yang dapat dihuni oleh manusia sejauh ini yang paling sanggup dijangkau oleh robot penjelajah adalah planet Mars. Struktur planet Mars hampir menyerupai bumi.

"Mars adalah planet terdekat yang permukaannya dapat kita lihat dengan teleskop kecil. Di seluruh Tata Surya, planet inilah yang paling mirip bumi" (hal. 190)

Biaya untuk mengutus manusia ke Mars sangatlah mahal, yaitu sebesar $500 miliar. Penjelahan manusia ke antariksa sampai saat ini masih terhalang biaya. Padahal, jika seluruh dunia mau menyumbang maka proyek ini akan jauh lebih mudah untuk diwujudkan.

"Barangkali masih sukar untuk pergi ke Mars, tapi apabila kita tetap mau mencoba, menurut saya misinya harus bersifat internasional sejak awal,..." (hal. 218)

Sagan memahami biaya besar itu menjadi pengalang manusia untuk bisa mengeksplorasi planet Mars. Biaya yang besar itu seharusnya bisa untuk biaya keamanan, pertahanan, mengurangi kelaparan dan masalah lain di Bumi. Namun, Sagan melihat masalah yang besar muncul pada tahun 2070. Sebuah asteroid besar akan menabrak bumi. Sampai disini, manusia harus tetap berpindah-pindah tempat seperti para leluhurnya yang nomaden. Kali ini manusia harus berpindah planet, bukan lagi wilayah atau negara. Sungguh masa depan yang sangat mengkhawatirkan.

"Pada 2070, asteroid berdiamater 1 kilometer itu akan berada di jarak 4,5 juta kilometer dari orbit bumi-hanya lima belas kali jarak ke Bulan." (hal. 257)

Membaca buku ini lagi-lagi membuat saya merenung dan berpikir, sebenarnya apa yang manusia cari selama ini. Berpikir tentang kemajuan teknologi tidak dibarengi dengan dampak dari kemajuan teknologi. Seperti penemuan CFC (Klorofluorokarbon) yang di pakai untuk AC (Air Conditioner) menyebabkan kerusakan pada lapisan ozon.

Sagan membayangkan generasi-generasi berikutnya bisa tinggal di Mars. Generasi berikutnya dapat membuat peradaban baru di Mars. Ketika ada yang tinggal di Mars, Sagan menaruh harapan akan perubahan besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun