Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Pembantaian PKI di Bawah Pohon Besar

21 April 2021   13:10 Diperbarui: 21 April 2021   13:27 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: harianmassa

Hari mulai gelap, suara bedug adzan sudah terdengar dari kejauahan. Saatnya berbuka Puasa. Mulai dari takjil hingga makanan besar sudah di makan. Ku hisap rokok ku depan pagar rumah sambil melihat anak tetangga bermain lari-larian dengan pecut sarung.

Adzan Isya berkumandang, lima batang rokok telah habis dihisap. Ku sempatkan waktuku untuk bergegas terawih. Sudah rapih, saatnya berangkat menuju masjid.

Jarak antara rumahku dengan masjid cukup jauh. Dalam perjalanan menuju masjid harus melewati pohon besar yang sepi. Aku tau ini Ramadhan, bulan yang dimana setan dan iblis dapat menggoda manusia.

Tapi manusia tetap manusia, berhak atas rasantakutnya. Sambil membaca istighfar, aku terus berjalan. Ke betulan ada orang yang juga ingin menuju masjid, jadinya aku tidak sendirian. Aku bersyukur dalam hati, untung saja ada orang yang melewati jalan ini.

Pohon itu konon katanya, pada tahun 1965-1966 adalah tempat untuk menggantung para orang komunis yang diduga tergabung dalam Partai Komunis Indonesia. Penggantungan disaksikan seluruh warga termasuk para PKI itu sendiri. Penggantungan dilakukan oleh para tokoh masyarakat yang dekat dengan cendikiawan. Banyak kejadian aneh setelah peristiwa itu, yang melakukan eksekusi setahun berikutnya bersetubuh di bawah pohon itu dengan botol kecap. Kasus lain juga ada yang ceramah sambil mengelilingi itu pohon seakan-akan ia tawaf. Parahnya ada yang gantung diri di pohon itu.

Sesampainya di masjid, salat Isya sudah di mulai yang kemudian dilanjut dengan ceramah. Dalam ceramahnya, khotib menyampaikan kisah tentang dua pemuda PKI yang pernah mengacungkan arit ke dirinya. Ia membeberkan kalau PKI itu kafir dan anti agama. Dengan muka yang masam, ia menekan ekspresinya sambil meneriakan "Halal kepalanya untuk dipenggal!" Teriak khatib.

Entah mengapa, ceramah tentang PKI selalu saja ada di bulan Ramadhan. Hampir setiap Ramadhan yang aku lalui di desa ini. Sudah 10 tahun aku disini dan setiap ceramah tentang PKI pasti selalu dia orangnya dan selalu ramai karena diawal bulan Ramadhan. Ceramahnya begitu menggebu-gebu, sehingga para jemaah dengan khidmat mendengarkannya. Setiap tahun, ceritanya berbeda-beda. Tapi kisah dua pemuda ini bikin ngeri diriku, mungkin karena aku membayangkan itu diriku lantaran aku juga pemuda.

Setalah lebih dari tiga puluh menit khatib menyampaikan ceramahnya, ia pun turun. Salat terawih pun dimulai. Aku pun merasa ngantuk karena saat berbuka tadi aku cukup banyak mengkonsumsi karbohidrat. Sampai kekenyangan.

Pada rakaat pertama, panjang sekali surat yang dibacakan. Aku sudah tidak fokus karena ngantuk. Terlintas dipikiranku tentang orang-orang PKI yang mati di bawah pohon besar itu. Ah, aku harus fokus. Tapi bagaimana dengan kuburannya, aku tidak pernah melihat ku buruan orang PKI. Ah, ayo fokus.

Rakaat kedua, kali ini suratnya tidak terlalu panjang. Suara imam ini indah, sehingga membuatku semakin mengantuk. Mata ku sayup-sayup terpejam, tiba-tiba bayangan anak PKI, berumur lima tahun di tusuk kepalanya dengan linggis sambil berdiri. Astagfirullah, langsung terbuka mataku. Itu adalah kisah dari kakaku yang menyaksikan peristiwa itu. Konon, anak itu adalah anak dari petinggi partai.

Rakaat ketiga, panjang lagi. Suratnya lebih panjang dari yang pertama. Pemikiran ku semakin tak karuan, setiap gerakan solat yang terlintas di pikiran beragam. Kebanyakan soal PKI, kadang soal kerjaan, kadang juga soal kompor di rumah. Sungguh tidak fokus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun