"Rania, ingin anggur. Bi" pinta Rania.
Rudi langsung mengambilkan segelas anggur untuknya, seketika itu Rania diam dan suasana mulai menjadi hening.
"Bi.." sahut Rania.
"Iven schap.." gerutu Rania.
Gelas yang ditaruh di depan Rania kemudian diambil oleh Rudi kembali. Suasana masih hening namun berubah ketika Kilkis senang sekali membuka kado dari Rudi yang berisi jam weker. Jam itu berbunyi keras sekali dan menganggetkan suasana hening. Semua orang tertawa kecuali Rania. Rania masih diam dan tak mau memegang apapun. Ia hanya menatap piring dan meja-meja dengan tatapan kosong.
"Rania memang begitu, nak Rudi. Ia belum terbiasa dengan orang baru. Ia takut, sangat takut" Bibi Jay memberitahu Rudi kondisi Rania.
"Oh, begitu" tatapan Rudi mulai sinis.
"Oh, iya bagaimana sekolah mu di Selandia?" Ibu Rania mulai bertanya.
"Sekolah disana sangat membosankan, aku hanya bergaul dengan teman-teman daerah tidak dengan warga sipil sana. Tapi, Selandia negara yang baik untuk dikunjungi. Kami akan berlibur lagi kesana setelah aku berkunjung ke Manado bulan depan." Jawab Rudi antusias.
"Mengapa kau tidak mau bergaul dengan orang sana?" Tanya Ibu Rania.
"Mereka selalu membahas soal Papua Merdeka, aku tidak ingin ikut campur kondisi politik negeriku sendiri. Bagiku, urusan politik hanya bisa diselesaikan dibawah meja. Setelah itu, mereka menjadi para penguasa diatas meja dan kursi-kursinya. Menjadi badut bagi masyarakatnya. Jadi, aku hanya fokus pada karya-karyaku." Jawab Rudi dengan yakin.