Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menggali Nasionalisme dari Tokoh Komunis, Tan Malaka

3 Mei 2020   14:18 Diperbarui: 3 Mei 2020   14:27 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Tan Malaka oleh Penulis

Lalu mengajar disebuah sekolah disana, kemudian dia mengusulkan untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak buruh namun ditolak oleh kapitalis komprador karena dengan alasan akan menguras banyak biaya dan bisa menjadikan anak-anak sebagai pembangkang. Gagal membuat sekolah di Deli akhirnya Tan Malaka memutuskan untuk pergi ke Semarang dan bergabung dengan Sarekat Islam. 

Dalam Sarekat Islam, Tan Malaka berupaya menggabungkan Komunisme dengan Islam karena tujuannya sama yaitu melawan Kapitalisme. Kemudian di Jakarta ia dibuang ke Belanda lalu aktif sebagai calon anggota parlemen nomor 3 di Partai Komunis. 

Dari Belanda ke Jerman, di Jerman ia melamar sebagai tentara namun ditolak, akhirnya dia bertemu dengan Darsono, yaitu seorang pentolan Partai Komunis Indonesia. Pada tahun 1922 mewakili Indonesia dalam Konferensi Internasional atau Komintern di Moskow. Dan dipilih sebagai wakil Komitern untuk Asia Timur di Kanton. 

Di Kanton, Tan Malaka menulis Naar de Republik yang kemudian dibaca oleh Soekarno. Tan Malaka terus berkelana sampai mendengar kabar ayahnya meninggal ia masih berkelana di tengah bom bardir perang dunia. Terus berkelana ke Singapura, kemudian mendirikan Partai Republik di Bangkok, Thailand. Pindah ke Filipina ditangkap dan diusir ke Pulau Amoy, China. Dari Amoy ke Shanghai. Di Shanghai, Tan menuju Hong Kong, di sinilah dia ditangkap. 

Pelarian demi pelarian dilakukan Tan Malaka. Sampai pada Tahun 1942 dia berada di Medan dan mengaku sebagai Legas Hussein. Kemudian di Bayah dia mendirikan sebuah gerakan bawah tanah untuk mengusir kolonialisme dan untuk merdeka seratus persen. Pada saat ditangkap di Hong Kong, Tan Malaka berkata bahwa suaranya akan lebih keras dari alam kubur.

Tan Malaka meninginkan rakyat bisa berpendidikan kemudian melawan penjajah dengan bergeriliya bukan dengan jalur diplomasi. Rasa ini hadir dalam diri Tan Malaka karena dia merasakan dan menyaksikan maling-maling itu merampas tanah kelahirannya. Oleh karena itu merdeka seratus persen adalah pilihannya. Tan Malaka tidak mau merdeka setengah-setengah. 

Kemudian tentara republik Indonesia menangkap dan mengeksekusi Tan pada 21 Februari 1949. Atas tuduhan melawan Soekarno-Hatta. Kala itu Tan bersama Jendral Sudirman sedang melawan agresi milliter belanda.

Dibalik perjalanannya mengelilingi dunia ia harus mati oleh bangsanya sendiri. Oleh pemerintahan Soekarno-Hatta yang memberikan testamen kepemimpinan revolusi. Sangat disayangkan setelah kematiannya naskah testamen itu menjadi problematika politik dan akhirnya dirobek dan dibakar oleh Soekarno sendiri. 

Tan yang hidup dalam belantara revolusi harus menulis dari penjara ke penjara. Tan yang mendirikan sekolah rakyat harus mati dieksekusi karena tidak setuju dengan perundingan yang baginya berunding dengan maling dirumahnya sendiri adalah tindakan yang tidak masuk akal.

Nasionalisme baginya sangat penting. Namun stigmatisasi publik hari ini masih menjadikan Tan Malaka sebagai tokoh komunis yang tidak meyakini Tuhan. 

Padahal Tan mengaku sendiri bahwa dia seorang muslim dihadapan Tuhan. Dan Tan Malaka lah orang yang mengupayakan bersatunya komunisme dengan islam. Hari ini paska reformasi, masih saja ditemui stereotipe tentang komunisme. Seperti pernah terjadi pada pembubaran Monolog Tan Malaka Rusa Berbulu Merah di Bandung yang dicekal oleh kelompok ormas yang mengatasnamakan agama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun