Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anarkis Bukan Anarko yang Terorganisasi

13 April 2020   02:00 Diperbarui: 15 April 2020   07:22 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Irfan Suparman

Penjajahan dilakukan dengan adanya negara yang melakukan eksploitasi terhadap negara lainnya. Dalam hal ekonomi, seorang yang menganut paham anarkisme ini juga menolak sistem ekonomi kapitalisme, karena sistem ini melakukan hal-hal yang memaksa kehendak dan menindas individu.

Dengan adanya sistem kapitalisme, seseorang bisa serakah dan merasa punya kekuasaan dengan harta kekayaannya padahal kekayaannya itu bisa membantu biaya pendidikan dan kesehatan orang-orang lainnya.

Anarkis juga mengkritik sistem kapitalisme ini karena melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam. Berikutnya negara melindungi dan menyayangi sistem ekonomi ini. Lewat undang-undang lah negara bisa merebut dan merampas hak rakyat. Pendapat para anarkis ini didukung dengan Teori Tata Negara itu sendiri.

Dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Prof. Jimly Asshiddiqie (Ketua Mahkamah Kontitusi Pertama) mengatakan bahwa dalam menyelenggarakan kepentingan umum, adakalanya negara harus melanggar hak rayat, misalnya menyita untuk kepentingan umum (onteigening ten algemene nutte).

Jadi, untuk kepentingan umum negara boleh merebut tanah untuk kepentingan umum seperti pembangunan Jalan Tol atau Bandara.

Dengan gagasan yang seperti itulah para penganut paham anarkisme tidak menginginkan adanya negara. Mereka tidak serta-merta berkata tidak ingin adanya negara, mereka melakukan pengkajian secara ilmiah, dari segala aspek mulai dari sosiologi, politik, hukum, ekonomi, bahkan teknologi informasi.

Dengan penjelasan diatas saya bisa simpulkan bahwa orang yang melakukan penjarahan, pembakaran dan melakukan tindak kekerasan dia bukan seorang anarkisme tapi dia adalah orang yang suka dengan hal-hal berbau kekerasan dan kehancuran serta kenestapaan.

Sudah benarlah tindakan heroisme polisi menangkap mereka jika mereka ingin melakukan pembakaran dan penjarahan, tapi tunggu dulu.

Dosa yang dilekatkan pada anarkis tidak hilang begitu saja, karena polisi sudah melabeli para pembakar dan para penjarah adalah para anarkis. Ditambah media yang berorientasi pada otoritas kapitalisme membungkus dan mengaitkan anarkisme dengan tindakan kekerasan sehingga masyarakat melabeli orang yang melakukan pembakaran atau penjarahan adalah penganut paham anarkisme.

Biar Aku luruskan, sebelumnya Aku bukanlah seorang anarkis karena ia hanya bisa diwujudkan di langit sementara Aku tidak mengetahui kehidupan apa setelah kematian.

Heroisme polisi cukup di atas Aku bahas ya. Mari kita melacak sejarah kekerasan polisi dalam beberapa bulan ke belakang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun