Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Siti" (2014), Kelas Bawah Melawan Patriarki

14 Juni 2019   21:02 Diperbarui: 14 Juni 2019   21:47 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
poster film Siti (imdb.com)

Film adalah kesenian audio-visual yang menggambarkan realitas kehidupan dunia. Melihat film Siti (2014) yang di sutradarai Eddie Cahyono sineas asal Yogyakarta adalah seperti dibawa untuk membuka pikiran dan kritis terhadap  pandangan konservatif budaya patriarki yang berkembang di Indonesia khususnya di Jawa. Karena film ini sangat erat dengan ke-Jawa-annya saya berniat mengulas film ini dari sudut pandang budaya patriarki yang sudah mendarah pikiran di otak masyarakat Indonesia.

Budaya Jawa yang kental dengan patriarki membuat perempuan-perempuan merasa terbelenggu dengan aturan-aturan yang dibuat oleh lak-laki. Film Siti (2014) membentangkan semua pandangan patriarki menjadi matrilinear.

Namun, setelah mengalami kegoncangan hati, Siti lebih memilih untuk memperjuangkan hidup suami tercintanya. Dengan segala bentuk perasaan tidak berdaya, tidak berguna, dan hal lemah lainnya. Bagus, suami Siti memberikan izin kepada Siti yang sejatinya Siti hanya menginginkan Bagus sebagai satu-satunya milik Siti dan tetap menjadi ayah dari Bagas, anaknya.

Berjuangan melawan hutang akibat perahu milik Bagus yang rusak karena kecelakaan di Laut. Bagus lebih percaya laut ketimbang Tuhan, tapi apadaya sifat ubermensch dari Bagus dipatahkan oleh laut. Ia lumpuh dan yang harus membayar hutangnya kepada Pak Karyo adalah Siti.

Siti membantu Ibu Darmi mertuanya menjual peyek dan pekerjaan malamnya adalah menjadi penyanyi di tempat hiburan malam di sekitar Parang Tritis. Namun di tempat ia bekerja, ia menemukan pria bernama Gatot yang terus menerus mencoba hadir dalam segala penyelesaian masalah yang ada.

Permasalahan ekonomi bagi kelas bawah adalah permasalahan yang serius, belum lagi kalau sakit. Siti adalah pahlawan di keluarga kecilnya yang tinggal di pesisir pantai. Cinta Siti kepada keluarganya lebih dari hutang suaminya kepada Pak Karyo. Ini seperti cinta Emma Goldman pada kesetaraan. Siti rela mencium Gatot demi uang agar ia bisa membayar perahu suaminya yang rusak.

Perjuangan Siti juga di temani oleh tingkah laku Bagas yang susah di atur. Dan Bagas di gambarkan sebagai sosok anak yang sangat anti kepatuhan. Bagas menjadi poin yang mengkritik terhadap segala hal yang konvensi-konvensi. Bagas susah diatur, begitupun Siti. Sejatinya, sang suami tidak menginginkan Siti untuk hidup dalam Dunia Malam, namun apadaya ia hanya seorang laki-laki yang kerjaannya makan, tidur, dan kasur.

Ini sangat bertentangan dengan stigma yang berkembang di masyarakat. Bagus tidak bisa memberikan nafkah materi selayaknya suami-suami yang mengemban prinsip patriarki. Ingin melawan arus libertarian yang di asuh oleh Siti, Bagus merepresifkannya dengan cara diam seribu bahasa. Namun, Siti dengan hati yang sangat ikhlas terus mengasihi dan merawat Bagus.

Tidak ada yang harus disalahkan mengapa ia berhutang kepada Pak Karyo dan laut. Siti harus rela membagi dua kehidupannya hanya untuk melihat dan membuat keluargannya tetap utuh. Semua orang bisa berkata bahwa ini sudah takdir yang maha kuasa dan saya melihat Siti memegang hak atas pilihan hidupnya tanpa meratapi nasib dan sudah takdirnya. Siti bagiku adalah penolakan besar terhadap eksploitasi kecantikan yang sudah gandrung di masyarakat konsumeris saat ini.

Bedak murah dan gincu bisa membawanya pada pelunasan hutang mas Bagus dan membeli seragam baru Bagas. Persoalan ini sangat jauh sekali dari kelas perempuan borjuis ini yang bekerja demi gaya hidup dan tuntutan kapitalisme.

Namun saya melihat Mas Bagas terlalu hanyut dalam perasaan dan meratapi takdir tanpa mau membuka matanya melihat perjuangan istrinya Siti untuk keluargannya. Pada akhirnya laut menjadi pilihan Siti untuk meraung dan meratapi segala perjuangannya yang tidak dipahami oleh suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun