Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menguak Kisah Romansa Rivalitas Liverpool dan AC Milan

1 Juli 2020   11:47 Diperbarui: 1 Juli 2020   11:48 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paolo Maldini dan Steven Gerrard, dua kapten legendaris AC Milan dan Liverpool. | foto: dailymail.co.uk

Sempat mendapat scudetto dan supercoppa di 2011 dan supercoppa di 2016, Milan tak pernah mendapat gelar prestisius lagi di kancah domestik maupun eropa. Lalu, sekarang kita mengenal Milan yang terseok-seok di papan tengah klasemen liga dan terkena FFP sejak 2 tahun lalu.

Kisah Liverpool juga nyaris sama. Liverpool ditinggal Rafa Benitez di 2010, dan setelahnya mereka mengalami kemunduran. Usut punya usut, prestasi The Reds yang memburuk sejak akhir masa Benitez tak lepas dari masalah utang piutang sang pemilik klub, George Gillett dan Tom Hicks.

Beruntungnya, The Reds dibeli oleh Fenway Sports Group (FSG) pada akhir 2010, sebuah perusahaan investasi Amerika yang memang bergerak di bidang olahraga. Awalnya, The Reds juga kesulitan mengembalikan prestasinya, namun lambat laun mereka membangun klub dengan hitungan presisi.

Liverpool dibangun dengan fondasi finansial yang sehat oleh FSG. Sarana prasarana hingga stadion juga direnov oleh pemilik Boston Red Sox itu. Hingga akhirnya Jurgen Klopp didatangkan pada 2015, deretan pemain berkelas juga datang seiring finansial klub yang semakin menguat dan mencatat laba.

Klopp yang datang pada 2015 diberi modal dan kepercayaan, baik oleh pihak klub maupun fans. Ada bintang yang pergi, namun ada juga bintang yang datang. Singkatnya, dua musim terakhir Liverpool mendapat bayaran prestasi atas usahanya, trofi Liga Champions keenam, trofi Piala Super Eropa, Piala Dunia Antarklub, dan puncaknya trofi Premier League 2020 menjadi milik The Reds.

Liverpool kembali berprestasi di kancah domestik dan eropa. | foto: twitter @LFC
Liverpool kembali berprestasi di kancah domestik dan eropa. | foto: twitter @LFC
Akhir era perundungan dan pesan Liverpool kepada Milan

Baik Liverpool maupun AC Milan punya kemiripan lain selain prestasi, yaitu kedua klub punya banyak haters. Hal ini tak lepas dari prestasi dan loyalitas pendukungnya. Namun kisah berbeda telah dicatat The Reds.

Liverpool akhirnya mengakhiri era perundungannya sementara sang rival AC Milan masih terus terpuruk dan dibully haters. Sebagai milanisti, penulis masih ingat ketika era 2010an Milan masih menjadi kekuatan besar di Italia dan eropa. Milan masih rutin berkompetisi di Liga Champions sementara Liverpool tergusur ke Liga Europa.

Banyak milanisti yang mendoakan kopites agar klubnya bisa kembali ke Liga Champions dan kembali menjalin rivalitas di atas lapangan. Sekian tahun berlalu, kini justru milanisti yang terpuruk melihat kondisi Milan yang kesulitan dan dilain pihak Liverpool tengah bergembira.

Apa yang terjadi pada Liverpool dan pendukungnya harusnya jadi pelecut semangat bagi Milan dan seluruh pendukungnya di seluruh dunia. Tak ada kata instan dalam sepak bola. Liverpool bisa seperti sekarang karena buah dari kesabaran dalam membangun klub.

Kopites, pendukung Liverpool juga membuktikan kesetiaan serta loyalitas mereka walaupun klub didera berbagai masalah dan ejekan. Mereka tak pergi meninggalkan tambatan hatinya sekalipun dalam kondisi paling menyedihkan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun