Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jarang Berkarier di Luar Negeri, Pemain Indonesia Tak Punya Nyali atau Tidak Laku?

2 Februari 2020   17:06 Diperbarui: 2 Februari 2020   17:22 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Egy Maulana Vikri tengah berfoto bareng trofi Piala Polandia yang ia raih bersama Lechia Gdansk. (sumber: instagram.com/egymaulanavikir)

"Waktu saya dan teman-teman main di timnas Piala Dunia U-17, kami sepakat siapa di antara pemain di tim yang tak main di luar negeri itu generasi gagal. Ini yang membedakan pemain muda Indonesia dan Ghana atau pemain lainnya dari Afrika. Main di luar negeri akan mengangkat karier, baik dari segi teknik maupun mental."

Masih ingat dengan pernyataan di atas? Pernyataan tersebut keluar dari mulut mantan pemain Chelsea yang pernah menjajal Liga 1, Michael Essien ketika diwawancarai oleh pengamat sepak bola Indonesia, Akmal Marhali di akhir tahun 2018 lalu. Essien yang pernah berbaju Persib itu mengungkap persoalan pemain sepak bola Indonesia.

Satu hal yang bisa kita cermati bersama dari pernyataan Essien adalah soal perbedaan nyali pemain Afrika dan Indonesia. Bisa dibilang pemain sepak bola Indonesia kurang bernyali untuk mengembangkan potensi dirinya ke kancah internasional. Mungkin saja itulah yang membuat prestasi timnas Indonesia kalah dari negara-negara Afrika, seperti negara Essien berasal, Ghana.

Sebetulnya apakah penting untuk bisa memiliki karier sepak bola di luar negeri? Menurut saya sangat penting, minimal seorang pemain harus punya impian dan harapan untuk bisa mewujudkannya. Secara langsung, berkarier di kompetisi sepak bola top bisa mengasah teknik, taktik, dan fisik pemain sekaligus memberi suntikan kekuatan kepada timnas.

Kita berkaca kepada Piala Dunia 2018 lalu, ajang sepak bola paling prestisius di muka bumi. Negara yang lolos hingga putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia rata-rata memakai jasa pemain yang tengah berkarier di luar negaranya sendiri. Kroasia yang sukses menjadi runner-up disebut memiliki generasi emas kala itu hanya memanggil 2 pemain yang berasal dari kompetisi lokalnya saja. Sisanya sebanyak 21 pemain tercatat tengah membela tim-tim eropa di luar Kroasia. Bagaimana dengan negara Afrika yang disebut Essien lebih baik dari Indonesia?

Timnas asal Afrika memang kurang berprestasi di Piala Dunia 2018 lalu. Tapi tetap saja hasil meraka lebih baik dari timnas Indonesia. Mesir yang kembali lolos ke Piala Dunia sejak terakhir di tahun 1990 bermaterikan pemain berlabel internasional. Tercatat sebanyak 15 pemainnya tengah bermain untuk tim-tim asal Eropa dan Arab Saudi. Kisah berbeda ditunjukkan Maroko yang memakai banyak jasa pemain keturunannya yang tengah merumput di Eropa. Hanya 2 pemain timnas Maroko di Piala Dunia 2018 yang bermain di liga lokal Maroko.

Satu lagi timnas yang perlu dibahas adalah Panama yang untuk pertama kalinya lolos ke ajang Piala Dunia. Sebagai debutan, squad Panama tidak bisa dianggap remeh. Pelatih Panama hanya memanggil 3 pemain jebola liga lokal Panama, yang berarti bahwa hampir seluruh squad Panama di Piala Dunia tengah berkarier di luar negeri.

Lalu, bagaimana dengan timnas Indonesia? Hmm... coba kita tengok squad timnas untuk ajang kualifikasi Piala Dunia 2022 melawan Malaysia November 2019 lalu. Hanya Yanto Basno yang tercatat sebagai pemain Sukhothai FC, klub peserta Liga Thailand, sisanya merupakan pemain jebolan kompetisi Liga 1. Malaysia tak jauh beda, mereka hanya punya dua pemain yang berkarier di luar Malaysia, tapi kebanyakan pemain timnasnya adalah pemain Johor Darul Ta'zim, tim yang pernah juara Piala AFC 2015 dan sudah rutin ikut kompetisi AFC.

Tanpa mengurangi respect kepada Liga 1 Indonesia, rasanya pemain Indonesia harus berani menerima tawaran klub-klub luar Indonesia. Toh sekarang peringkat Liga 1 semakin turun di peringkat kompetisi klub AFC. Liga 1 sekarang menempati peringkat ke-28 dari 46 kompetisi di benua Asia. 

Menurut rilis AFC bulan November lalu, di area ASEAN saja, Liga 1 hanya lebih baik dari liga Laos, Kamboja, Brunei, dan Timor Leste. Jika hal tersebut terus berlanjut bukan tidak mungkin pemain yang sekarang berkarier di dalam negeri tak bisa mencicipi kompetisi sekelas Liga Champions Asia atau bahkan semakin sulit untuk tembus Piala AFC.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun