Mohon tunggu...
Irfan Raharjo
Irfan Raharjo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menulis untuk membebaskan kata kata dalam pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suntikan Modal Sosial (Preneur) untuk Pasar Rakyat

19 Desember 2014   23:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:56 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasar tradisional atau pasar rakyat, mungkin adalah suatu tempat yang merupakan perwujudan dari praktik ekonomi pertama manusia yaitu barter. Saya belum mendapatkan data pasti sejarah awal mula dan perkembangan pasar tradisional atau pasar rakyat di Indonesia. Namun jika kita perhatikan, dibeberapa relief candi telah digambarkan cerita masyarakat di masa kerajaan saat mereka bertransaksi jual beli.

[caption id="attachment_342057" align="aligncenter" width="500" caption="Suasana Pasar Kebalen di pagi hari"][/caption]

Berbicara tentang pasar, salah satu pasar rakyat (tradisional) yang ada di Kota Malang adalah Pasar Kebalen. Pasar yang terletak berdekatan dengan Klenteng Eng An Kiong di Jl. Zainal Zakse ini ada semenjak tahun 1970. Saya sengaja menggunakan kata “ada” karena sifat pasar ini yang semi permanen, atau sering disebut dengan pasar tumpah. Pasar Kebalen beroperasi mulai pukul 04.30 wib hingga pukul 07.00 wib. Pada jam tersebut para pedagang mulai menata bedak tempat mereka berjualan. Satu per satu pedagang mulai memenuhi pinggir jalan hingga hampir menutup seluruh badan jalan. Kondisi pasar Kebalen diperparah dengan banyaknya sampah yang berserakan dimana-mana. Jalan yang berlubang, genangan air dan bau yang kurang sedap adalah hal yang biasa ditemui terutama di musim penghujan Desember ini.

[caption id="attachment_342060" align="aligncenter" width="500" caption="Berjualan mulai pagi"]

1418980923155985391
1418980923155985391
[/caption]

[caption id="attachment_342061" align="aligncenter" width="500" caption="Setia menunggu pelanggan"]

1418980978336989997
1418980978336989997
[/caption]

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini bukannya tidak ada, namun entah apa penyebabnya relokasi dan tata ulang pedagang selalu gagal.

Beberapa pertanyaan muncul dalam benak saya. Apakah kita masih akan berbelanja di pasar yang buruk sanitasi dan kebersihannya? Apakah memang seperti ini tipikal pasar rakyat (tradisional) kita? Bagaimana cara untuk mengembalikan eksistensi pasar rakyat (tradisional) yang bersih, higienis dan bermartabat dengan melibatkan para pedagang dan masyarakat? Kondisi yang dipaparkan diatas bisa dijadikan potensi untuk membangun pasar rakyat (tradisional) kita.

[caption id="attachment_342068" align="aligncenter" width="332" caption="Kerupuk pasir"]

14189815561359783341
14189815561359783341
[/caption]

Melihat sampah berserakan didalam pasar, seperti melihat potensi yang terabaikan. Bagaimana kita bisa mengelola sampah, pedagang, dan pemangku kepentingan lain dalam upaya untuk memberdayakan potensi pasar rakyat khususnya di pasar Kebalen Malang, mari kita coba uraikan satu per satu.

Modal Sosial

Tak bisa dipungkiri, keberadaan pasar berimplikasi pada tumbuh kembang suatu kota. Pemerintah pusat dan daerah sadar akan hal ini. Pada tahun 2013, Kementerian Perdagangan menggenjot program revitalisasi pasar rakyat (tradisional) dengan dana kurang lebih sekitar Rp 1.9 triliun. Tak ingin kalah dari Kemendag, Tahun 2014 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah melalui Program Strategis Penataan Sarana Usaha PKL dan Revitalisasi Pasar juga berupaya merevitalisasi pasar rakyat (tradisional). Namun mungkin sayangnya, pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah masih berkutat pada aspek fisik dan ekonomi.

Keberadaan pasar di suatu kota memungkinkan terjadinya interaksi sosial antar individudalam bentuk yang paling awal yakni transaksi jual beli. Kemampuan untuk mempertahankan interaksi sosial pada akhirnya akan melahirkan unsur-unsur seperti trust (saling percaya), mutual understanding (saling mengerti), mutual cooperation (gotong royong). Unsur-unsur inilah yang kemudian melahirkan social capital (modal sosial). Saat ini, sikap saling percaya, mengerti dan gotong royong terasa luntur terkikis oleh persaingan individu antar pedagang. Padahal semestinya, modal inilah yang harus kita gunakan untuk menyelesaikan masalah ketidakberdayaan pasar rakyat (tradisional) menghadapi internalnya seperti kebersihan pasar, terlebih untuk dapat bersaing dengan pasar modern. Tapi sebelumnya, mari berfokus pada penuntasan masalah kebersihan pasar.

Social-Preneur sebagai media pendukung

Bank Sampah Malang

Menurut sejarahnya, bank sampah didirikan sebagai bentuk keprihatinan masyarakat akan lingkungannya yang semakin dijejali oleh sampah. Pemerintah kota melalui dinas terkait bekerjasama dengan salah satu perusahaan mengembangkan Bank Sampah di seluruh Kota Malang. Bank sampah memiliki tugas untuk menyadarkan masyarakat untuk memilah dan mengolah sampah sehingga pada akhirnya dapat mengurangi volume sampah yang dikirim ke TPA. Keberadaan bank sampah selain dapat menyelesaikan masalah kebersihan, juga dapat memberikan nilai tambah (ekonomi) bagi masyarakat yang menyetorkan sampah. Masyarakat, dalam hal ini para pedagang di pasar dapat menambah penghasilan mereka.

[caption id="attachment_342065" align="aligncenter" width="576" caption="Menabung sampah di BSM"]

1418981257442892464
1418981257442892464
[/caption]

[caption id="attachment_342066" align="aligncenter" width="576" caption="Sampah bernilai tambah"]

14189813231203564246
14189813231203564246
[/caption]

Klinik Asuransi Sampah (Klinik Bumi Ayu)

Siapa yang tidak mengenal sosok Dokter Gamal Albinsaid. Usahanya untuk mendirikan Klinik Asuransi Sampah mendapat pengakuan dan penghargaan Sustainable Living Young Entrepreneurs dari Kerajaan Inggris. Program ini diakui oleh Pangeran Charles dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus, yakni kesehatan dan lingkungan. Klinik ini menerapkan sistem pembayaran menggunakan sampah bagi setiap anggota yang berobat.

Dengan adanya dua media pendukung tersebut, lantas siapa sasaran utama pemberdayaan pasar rakyat (tradisional) Kebalen Malang?

Wanita Pedagang

Pernahkah kita mengamati dan membandingkan jumlah wanita dan pria di pasar. Hampir sebagian besar pedagang di pasar tradisional adalah wanita. Dari hasil pengamatan dan diskusi saya dengan beberapa wanita yang menjadi pedagang di pasar Kebalen, saya mendapati yang pertama bahwa sebagian besar dari mereka memiliki sifat yang luwes terhadap pembeli. Mereka lebih fleksibel dalam hal tawar menawar barang. Pertimbangan yang dilakukan dalam menetapkan harga jual tidak melulu berdasarkan hitung-hitungan ekonomi, namun lebih kepada pertimbangan lain misalkan kondisi pembeli. Secara tidak langsung, pedagang wanita ini sedang membangun dan mengembangkan unsur trust (saling percaya) terhadap konsumennya. Kedua, pedagang wanita lebih mampu menjaga kebersihan lokasi tempatnya berjualan. Hal ini terlihat ketika mereka membersihkan lokasi tempat berjualan setelah jam beroperasi pasar selesai. Ketiga, sebagian dari mereka adalah tulang punggung dalam keluarga. Artinya wanita adalah salah satu penyokong perekonomian keluarga.

Aktor utama yang harus dirangkul dalam rangka membangun pasar rakyat (tradisional) adalah para wanita ini. Merekalah yang memiliki multiplayer effect tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun