Mohon tunggu...
Irene Sugiharto
Irene Sugiharto Mohon Tunggu... Konsultan / Trainer

Konsultan dalam bidang pengembangan kepribadian. Trainer in personality development.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Kepekaan menjadi Prioritas dalam Relasi Bermasyarakat

2 April 2025   08:45 Diperbarui: 8 April 2025   11:10 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Caste Poli Tricks, Sumber: news-crunch.com

Beberapa bulan lalu saya sempat menulis artikel tentang empati. Berangkat dari keinginan untuk lebih mengeksplorasi empati, kali ini saya ingin menulis tentang kepekaan. Sepertinya keduanya sama. Namun ada perbedaan yang mungkin mendasar. Mari kita telusuri dari beberapa contoh sederhana.Kepekaan adalah kata yang seringkali kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi dalam relasi antar kolega dalam pekerjaan. Ini bahkan bukan hanya diucapkan namun  harus konsisten ditunjukkan. Hal ini merupakan unsur krusial dalam komunikasi antar relasi atau yang lebih dikenal sebagai _interpersonal skills_.

Kepekaan misalnya dalam sebuah assessment _Human Capital_, menjadi sangat penting yang sebaiknya dimiliki oleh seorang leader.

Dalam kehidupan sehari-hari pun kepekaan timbul dimana-mana, misalnya dalam suasana ibadah, dalam silaturahmi, bahkan dalam menyampaikan sebuah pesan, seringkali yang menjadi pemikiran pertama adalah; tanggapan si penerima pesan. Tak jarang juga kita mengalah, agar suasana tidak menjadi canggung di tempat penting.

Misalnya lagi saat kita duduk dalam suasana formal menghadap ke panggung, namun peserta di depan kita yang berambut panjang, tidak sadar bahwa rambutnya membuat peserta lain kurang fokus, karena ia bergerak-gerak terus menghempaskan rambutnya. Lalu dalam hati kita berpikir; ....... "ngga peka banget siy.......".

Contoh diatas mungkin hanya sorotan dalam ruang lingkup kecil, namun jangan lupa ini bisa menghasilkan efek kurang nyaman bagi orang-orang sekeliling.

Kepekaan juga terwujud dalam kehidupan beragama. Seruan adzan yang berkumandang lima kali sehari memiliki makna spiritual yang mendalam bagi umat Muslim. Di beberapa wilayah, penggunaan pengeras suara untuk adzan terutama di waktu subuh telah menjadi bahan diskusi yang menarik. Saya menghargai bahwa beberapa tokoh masyarakat Muslim sendiri telah memulai dialog tentang bagaimana menjaga kekhusyukan ibadah sekaligus mempertimbangkan kenyamanan lingkungan sekitar. Ini adalah contoh nyata bagaimana kepekaan sosial dapat terjalin indah dalam masyarakat yang beragam.

Contoh lain adalah selama bulan Ramadhan, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan kegiatan sahur, namun di beberapa tempat masih ada suara petasan di pagi hari. _Disclaimer_ : ini tidak merata di seluruh wilayah. Menariknya, banyak komunitas Muslim juga telah mengajak untuk mengurangi kebiasaan ini demi kenyamanan bersama. Contoh tersebut menunjukkan bagaimana kepekaan bermasyarakat dapat terus berkembang secara alami.

Jika memang demikian, siapa yang menjadi peka dan siapa yang menjadi tidak peka? Apakah sedemikian sesederhana itu pertanyaannya?

Kepekaan lain yang saat ini tengah menjadi sorotan adalah bagaimana sejumlah pejabat negara, bisa memberikan konsep jawaban, yang seolah-olah tidak mengayomi. Mungkin karena saking sudah kusutnya permasalahan yang ada, sehingga yang penting; 'dijawab saja dulu'. Menarik bukan? Lalu masyarakat harus bagaimana?

Seorang researcher bernama Elizabeth Scott pada tahun 2024 membuat studi tentang HSP atau _Highly Sensitive Person_. Scott menemukan bahwa individu seperti ini (HSP) akan lebih tangguh mencari cara untuk bertahan dalam situasi kehidupan walaupun pada akhirnya harus mengontrol _level of anxiety_ yang ada pada dirinya.

Amy Marschall seorang psikolog klinis di Amerika, baru-baru ini bahkan mengatakan; bahwa empati adalah sebuah spektrum. Singkat cerita Marschall mengatakan bahwa memikirkan diri sendiri juga penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun