Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Saya Pernah Mendaftar Menjadi Pendonor Jantung

10 Februari 2016   14:18 Diperbarui: 12 Februari 2016   14:20 2357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kenangan diwawancara dokter"][/caption]Peristiwanya sudah lama sekali, namun saya tetap mengingatnya sampai sekarang.

Saya jadi terdorong untuk sedikit berbagi pengalaman ini, karena mendengar pemberitaan  di televisi mengenai perdagangan ginjal manusia.

Ketika itu, pada tanggal 1 sampai dengan 8 November 1977, bertempat di Gedung Planetarium Taman Ismail Marzuki Jakarta, berlangsung Pameran Kesehatan Jantung.

Pameran ini diselenggarakan dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-3, Yayasan Jantung Indonesia “Dewi Sartika”. Diberitakan oleh TVRI, selain pameran akan diberikan pelayanan periksa jantung gratis. Mungkin karena ada pemeriksaan jantung gratis, pengunjung sungguh berlimpah.

Sejujurnya saya pun datang, karena ingin periksa jantung gratis. Namun sesampai di TIM, saya dan suami mengurungkan niat untuk antri periksa gratis karena lebih tertarik mendengarkan penjelasan dari dokter-dokter ahli jantung. Antara lain mengenai kemajuan ilmu kedokteran Indonesia, yang sudah siap melaksanakan transplantasi jantung dari donor yang baru meningggal. Mungkin begini kira-kira yang dikatakan dokter. Saya sudah tidak bisa mengingat tepatnya seperti apa.

Kalau tadi saya menyebut tanggal, itu pasti akurat, karena saya nyontek dari majalah Sartika edisi 8, tahun 1977. Hehe… lumayan lama, ya.

Saya sangat tertarik dan tersentuh akan kemungkinan seorang yang sudah meninggal masih bisa memberi sumbangsih menolong orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan.

Saat itu saya berusia 32 tahun, usia muda sangat idealis dan spontan, karena itu setelah berunding dengan suami atau lebih tepat minta izin suami, saya langsung mengisi formulir dan sekalian menanda-tanganinya.

Saya sempat diwawancara oleh Dr. Loethfi Oesman, sayang hanya foto yang dimuat di majalah Sartika. Sayangnya lagi, sampai detik ini saya tidak pernah dihubungi pihak Yayasan. Apakah proyek transplantasi sukses atau kandas di perjalanan? [caption caption="Majalah Sartika edisi 8, tahun 1977"]

[/caption]Donor jantung hanya bisa dilakukan ketika Sang Donor sudah meninggal. Lain dengan donor ginjal, yang bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu pendonor yang hidup dan pendonor (orang yang sudah meninggal).

Seandainya, saya akan diberi ginjal oleh seseorang, maka sangatlah pantas saya atau keluarga saya memberinya “sesuatu” dan saya berharap jangan dianggap saya membeli ginjal. Bayangkan memberikan ginjal itu putusan yang sangat sulit. Saya sudah melihat beberapa pasien yang gagal ginjal, namun anak-anaknya tidak mendonor. Ya, mungkin tidak cocok, tapi mungkin lebih banyak yang karena takut. Mohon maaf bila saya salah menilai.

Yang tidak pantas menerima “sesuatu”, adalah si perantara. Semoga pihak yang berwenang, membuat undang-undang yang melegakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun