Mohon tunggu...
Irene Cynthia Hadi
Irene Cynthia Hadi Mohon Tunggu... Editor - Editor

Just an ordinary girl from Surakarta, who writes perfect moments at the perfect time...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

IELTS? Siapa Takut? Simak Tips dan Trik Efektif Belajar IELTS Berikut Ini

1 Maret 2019   13:34 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:08 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ittechnosolutions.com

Semua pasti sudah tahu IELTS 'kan? Yap, tes sulit yang sering jadi momok buat kalian yang mau melamar beasiswa di luar negeri. Tes IELTS kerap jadi mimpi buruk dan menimbulkan ketakutan bagi para calon mahasiswa S1, S2 dan S3. Tapi tenang. Nggak kamu aja kok yang merasa takut. Ada banyak orang di luar sana yang juga mengalami hal yang sama denganmu. Termasuk saya.          

Ya, sebelum saya mengambil tes IELTS, saya merasa ketakutan setengah mati dengan tes yang satu ini. Gimana nggak? Tesnya sulit, mahal dan hanya dilaksanakan di beberapa lembaga terpercaya aja. Udah gitu, persiapannya pun nggak gampang.

Nah, awalnya, saya ingin banget tes IELTS untuk mengambil S2 Ilmu Komunikasi di Australia. Mengapa Australia? Berdasarkan penelusuran saya, ada beberapa universitas yang memiliki program studi S2 Ilmu Komunikasi yang bagus di sana. Selain itu, Australia itu nggak jauh-jauh banget dari Indonesia. Pilihan beasiswanya pun banyak. Mulai dari Australian Awards sampai Endevour Scholarship. Iklim serta cuacanya juga nggak ekstrim seperti di Eropa dan banyak orang Indonesia belajar di sana bahkan sampai membuat komunitas di negara kangguru ini.

Usai browsing, saya menemukan bahwa rata-rata universitas di sana menuntut skor IELTS yang cukup tinggi yakni 6.5 dengan skor masing-masing kategori tidak boleh di bawah 5. Tentu, ini adalah target yang cukup sulit. Apalagi saya belum pernah blas ngambil tes IELTS semasa kuliah di Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Pada Februari 2018, saya mengikuti placement test di salah satu lembaga IELTS di Solo, Jawa Tengah. Hasilnya ternyata cukup memuaskan. Saya mendapatkan nilai bagus di reading dan writing, namun listening saya kacau balau. Dalam tes coba-coba itu, saya mendapatkan rekomendasi untuk belajar IELTS selama 40 sampai 60 jam per minggu. Untuk memperoleh pelatihan dengan jam-jam tersebut, saya harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Oleh karenanya, pada Maret  2018, saya akhirnya memutuskan untuk belajar IELTS secara otodidak untuk tes pada tanggal 21 Juli 2018. Belajarnya gimana nih? Nah, ada beberapa tips dan trik yang bisa kamu praktikkan.

1. Belajar lewat Youtube

Yap, untuk speaking dan listening, kamu bisa belajar lewat Mbah Youtube, saudaranya Mbah Google. Youtube punya segudang channel IELTS yang mubazir pake banget kalau nggak dimanfaatkan sebaik mungkin. Lewat Youtube, kamu bisa belajar listening sesuai waktu yang telah ditentukan. Ada pula kunci jawabannya loh di akhir video. Pastikan kamu memilih video dengan gambar dan suara yang berkualitas ya.

Nah, kalau speaking? Bisa lewat Youtube? Bisa dong. Biasanya akan ada sebuah video yang memperlihatkan dua orang saling bercakap-cakap. Nah, saat penanya mulai bertanya, pause saja videonya lalu coba jawab sambil rekam jawabanmu. Begitu seterusnya. Eits tapi tetap perhatikan jawaban peserta IELTS di video ya. Siapa tahu bisa nambah vocab dan variasi jawabanmu nantinya.

2. Download latihan di Google

Ada banyak banget tes online dan pdf yang bisa kamu download di Google. Coba deh praktikkan di rumah setiap hari. Termasuk reading dan writing. Usahakan soalnya yang kamu praktikkan berbeda setiap harinya dan kamu bisa menguasai setiap topik serta membaca grafik. O ya, jangan lupa download kuncinya supaya kamu tahu di mana letak kesalahanmu.

Jangan ragu mencatat kesalahanmu dan kelemahanmu dalam setiap sesi latihan. Latihan berguna juga untuk mengenali kesalahan dan kelemahanmu. Jadi usahakan untuk selalu mencatat semuanya ya. Koreksi berapa jumlah kesalahan dalam tes readingmu lalu tentukan skornya. Begitu pula dengan listening. Biasanya nih, kita itu punya 1 kelemahan di bagian tertentu. Misal listening. Saya paling lemah nih di bagian mencocokkan data di part 1. Sementara ada yang kesulitan di part 4 alias percakapan super cepat yang terletak di akhir listening.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun