Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kelana Tali Jiwa

11 Januari 2023   23:30 Diperbarui: 11 Januari 2023   23:46 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Seri Monolog Sketsa Pinggir #5

Monolog : "Kelana Tali Jiwa"

Senja baru saja menyapa. Menjelang malam yang segera tiba. Kembali duduk sendiri. Disana. Bertanya pada diri. Sedang apa. Untuk apa.

Sesungguhnya kita tak tahu. Tak pernah tahu. Tapi terkungkung sepi yang hanya jadi pagar. Yang membatasi. Dengan kata tak bisa. Tak mampu. Belum bertindak, sudah memastikan hasil. Suudhon dulu. Berprasangka pada hasil, padahal belum lakukan apapun.

Baca juga: Topo Ngrame

Belajar pada gagal memang perlu. Untuk naik kelas perlu ujian. Sebuah batu akan tetap batu. Tapi batu terpilih yang diasah akan jadi permata. Ada proses. Tanpa proses, hasilnya nihil. Kosong. Hampa.

Iya, sekarang aku harus keluar. Keluar dari rasa terjebak dalam tempurung yang menahan ku. Aku bukan kodok. Aku manusia. Punya otak. Kenapa mau terjebak kebodohan. Sok tahu. Sok paham. Padahal pola pikir adalah doa. Dan doa itu dikabulkan, seperti prasangka kita sendiri.

Lompat pagar. Kelana Tali Jiwa. Itu yang harus kulakukan sekarang. Jika bertahan jadi goblog mendadak, lantas untuk apa mempertahankan kegoblokan? Takut? Takut apa? takut siapa? Dunia ini tak sempit seperti apa kata kodok. Apalagi kodok yang terjebak dalam tempurung kegoblokannya sendiri. Sudah terjebak dalam sketsa pinggir. Disangka akan terus dipinggir. Dilupakan. Tak berarti. Menyesal. Lalu putus asa. Disangka dunia sudah berakhir. Kenapa?

Dunia orang kecewa. Sendiri, akan makin kecewa. Takut. Tapi dua orang penakut, apa masih penakut? Masih membahas kecewa. Dan makin kecewa. Tentu tidak. Dua penakut akan melahirkan keberanian. Kolaborasi. Kolaboraksi.

Lompat pagar. Keluar. Temukan satu frekuensi. Berbeda, tapi sinergi. Tanpa saling menjatuhkan. Tempatkan keakuan pada tempatnya. Keakuan adalah egois yang meratakan sinergi. Para pemberani tak butuh keakuan, tapi keakuan yang butuh tumbuh bersama. Ini bukan lomba untuk diakui. Ini bersama untuk jadi bukti.  Realisasi, bukan sekedar menjual mimpi.

Maka berkelanalah. Temukan sinergi tali jiwa. Yang tak senada, tak perlu disoal. Yang disoal itu yang memperalat. Yang ngeprank. Mengambil manfaat untuk diri mereka sendiri, tapi menyuruh orang lain romusha. Kerja paksa. Dunia merdeka, kok menjajah. Tali jiwa akan bicara. Dalam olah rasa. Seimbang. Selaras. Sehati.

Kelana tali jiwa. Mengalir selaras olah rasa. Yang berseberangan, tinggalkan saja. Dunia sudah penuh sandiwara, untuk apa ditambah drama. Mengalir saja seperti air. Menyegarkan. Tapi jangan saling mencela. Karena air bah bisa jadi bencana. Jika saling ingkar dalam kerja sama. Sudah pernah terluka. Tersakiti. Sekarang saatnya bersama.Tak butuh konflik baru yang tiada guna. Sinergi tanpa kepalsuan. Untuk sembuh. Dalam untaian karya demi karya.

Ayo tunjukan. Ayo buktikan. Saatnya berubah lebih baik. Menginspirasi tanpa iri dengki. Biarkan para pengkritik terus bicara. Jika iri, jangan membully. Sinergi perlu tumbuh dihati. Yang ikhlas selaras dengan Titah Illahi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun