Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Terdiam 5 Menit Saja (Seri Sajak Langit #20)

7 November 2022   18:17 Diperbarui: 7 November 2022   18:20 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri seri sajak langit #20

Puisi : "Ketika Terdiam 5 menit Saja"

Sekarang Sedang apa. Terdiam membaca. Ketika terdiam 5 menit saja.
Apakah semesta juga terdiam juga.

Planet bumi mengelilingi matahari pada kecepatan 40 km/s. Matahari  mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti pada kecepatan 250 km/s. Galaksi Bima Sakti bergerak melalui alam semesta dengan kecepatan 600 km/s. Sementara 5 menit itu berarti 5 x 60, yaitu 300 detik.

Bumi bulat mengelilingi matahari. Saat kau terdiam 5 menit saja, bumi sudah bergerak 300 detik x 40 km = 12000 km.
Dalan 5 menit bisa 12 kali bolak balik jarak 1000 km. Cepat, tapi kenapa kamu tak terlempar ke angkasa?

Bumi berputar karena bulat. Semua yang dipermukaan tak terlempar, karena bumi ada Gravitasi. Itu energi kekuasaan Allah. Hingga kamu terdiam 5 menit saat baca puisi ini. Kamu yang terdiam, tapi bumi terus bergerak.

Gravitasi itu lambang setia. Gravitasi bukan seperti magnet tarik menarik. Gravitasi itu seperti cinta. Setia bukan karena bodoh. Tapi setia itu karena kekuatan kasih.

Tanpa Kasih Allah, kamu tak mungkin terdiam dalam wahana berkecepatan 40 km per detik. Tak sampai 5 menit bisa tamat. Terlempar jauh. Jika dalam ruangan, bisa terbentur kesana kemari.

Jika terdiam 5 menit saja. Pujilah Tuhanmu. Kasih Allah begitu berlimpah, tapi kesadaranmu belum sampai langit. Hingga banyak manusia salah sangka tanpa ilmu.

Bumi diciptakan begitu sempurna. Untuk hidupmu. Sudahkah hari ini engkau bersyukur? Bersujudlah wahai manusia sombong, yang merasa paling pintar sendiri. Karena manusia hanya debu kecil jika dibanding luas semesta raya.

Nakula 209 Tumpang, 6 November 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri Sajak langit 20

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun