Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tamasya ke Pusat Galaksi (Seri Pencari Langit #3)

1 November 2022   22:52 Diperbarui: 1 November 2022   23:13 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen : Tamasya Ke Pusat Galaksi

Malam malammu kemana? Tidur. Semua orang memang butuh tidur. Mengistirahatkan jiwa raga. Agar esok kembali segar. Menyambut ceria baru. Harapan baru. 

Tapi adakalanya malam jadi tempat ternyaman untuk bertemu dengan diri sendiri. Kesibukan hari hari itu, membuat diri sibuk dengan pertarungan hidup. Mencukupi kebutuhan yang tiada putus. Bagi yang sudah kaya, soal uang untuk mencukupi kebutuhan hidup dijamin tidak ada masalah. Semua bisa beres. Tapi bagi yang lain? Pertarungan mencari rejeki begitu seru, dan mensita semakin banyak waktu hidup. Saking sibuknya, bisa lupa makan. Lupa minum. Lupa tidur. 

Kebutuhan kadang mendikte hidup dalam frame harus dan wajib. Dituntut ada dan tidak terima alasan apapun. Hidup memang kejam, siapa tak mampu menguasainya akan terjajah oleh kebutuhan hidup.

Lalu apa hubungannya berdiskusi dengan diri sendiri dengan malam hari? Apa perlunya para pencari langit mengorbankan waktu tidurnya untuk bertafakur dibawah galaksi luhur. Jika tak ada korelasinya, tentu tak seorangpun sudi jadi Pencari Langit.
Apa langit akan memberimu uang? Jadi ingat jaman kecil. Teriak ke langit dan bilang, "Langit jaluk duwite!"

Seperti malam malam kemarin. Malam malam yang telah lalu. Tak bisa terlelap itu, kuapresiasi positif saja.
Kusedu kopi dan kusulut rokok. Agar tubuh jadi hangat saat keluar rumah dibawah naungan langit. Mungkin ini cara hidup tidak sehat. Tapi kapan lagi mendengar diri sendiri. Sudah terlalu banyak energi habis untuk pertarungan hidup. Seolah diri ini mesin yang dipaksa tidak pernah putus untuk urusan kebutuhan hidup. Rasanya sangat egois dan tidak memperdulikan kebutuhan diri pribadi. 

Kuambil Wudhu, saatnya Tahajud malam. Aku yakin doa doa sujudku yang kulantunkan diharibaan bumi, akan terdengar di langit. Inilah saat tersyahdu antara aku dan Allah. Berdua saja. Antara manusia dan Tuhannya.

Allah telah menciptakan langit tentu ada hikmahnya. Kerlap kerlip bintang tampak bertabur di lengan galaksi Bima sakti. Sebuah galaksi tempat tata Surya kita beralamat. Saatnya malam ini Tamasya ke pusat Galaksi. 

Diri yang sok sibuk ini, lupa merenungkan anugerah Illahi. Seolah hanya bumi saja peradaban manusia. Lupa jika makhluk mungil bernama manusia ini sudah sombong dan sangat sombong. 

"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun" Al-Qur'an surah Al isra ayat 44

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun