Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Paradoks Ubi (Seri Hari-hari Puisiku #64)

13 Oktober 2022   02:27 Diperbarui: 13 Oktober 2022   02:36 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri seri hari hari Puisiku #64

Diam. Dianggap baik baik saja. Diinjak tak protes. Bisa diperalat, diperbudak, dikira gampangan. Dikira goblok. Bisa ditipu, dianggap tak berani bicara.

Diam. Dianggap tak punya prinsip. Manut saja diombang ambing. Untuk kepentingan orang lain. Diam dianggap tak melakukan apapun. Tapi diam jadi tak dianggap.

Empati itu mahal. Tapi derita itu tak bisa disangkal. Karena Diam dianggap dangkal. Dibiarkan sial, karena mereka tak kenal.

Namun tak perlu ceritakan semuanya. Prasangka baik jadi tabiat mulia. Paradoks ubi jadi kaca benggala. Sadari, tak semua suka kita jadi apa. Selepas kita pergi, bumbu cerita sudah beda.

Semula hanya cerita ubi. Mentah. Tak ada yang ditambah. Percaya, kamu bisa simpan cerita. Tapi manusia bisa pikun, bisa lupa. Berghibah asyik, lupa kesadaran mulia. 

Paradoks Ubi, dibalik nanti sudah terpolarisasi. Ubi sudah jadi kolak. Jadi pohong godhok, jadi pohong keju. Belum jauh kita melaju, cerita ubi sudah jadi kolak. Jadi kue. Bahkan jadi tape.

Diam, terhina. Bercerita ditambahi bumbu penyedap rasa. Si anu itu gini gitu. Dighibah seolah tontonan lucu. Asyik untuk ditertawakan. Asyik untuk bahan olok olokan. 

Tak perlu banyak cerita, jika tiada penting. Seperlunya saja. Fitnah memang kejam. Membunuh karakter, menghabisi partisipasi. Perjuangan ini jadi bahan tertawaan. Jadi bahan hinaan.  Aku telah jadi binatang tak bermutu. Aku Terseret drama. Tersandera sandiwara. Bukan aku mau, tapi aku dijebak dolanan nuansa palsu.

Malang, 13 Oktober 2022

Ditulis oleh Eko Irawan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun