Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Toksik Beda Frekuensi

27 September 2022   12:28 Diperbarui: 27 September 2022   12:32 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri sketsa Sam oke #7

Selamat datang di seri Tulisan Sketsa Sam oke #7. Kali ini membahas Toksik beda Frekuensi ditempat kerja yang akan melahirkan fenomena Quiet Quitting dan Quiet Firing. Kejadian tersebut bikin kerja tidak nyaman, baik bagi pimpinan atau pekerja. Berikut ulasannya.

Sebuah tempat kerja didirikan dan merekrut pekerja tentu telah memiliki visi, misi, tata kerja dan aturan yang disepakati bersama. Ada pola kerja sama saling menguntungkan dibangun disana. Sikap profesional harus ditegakkan agar mekanisme berjalan dalam managemen yang sehat, transparan, demokratis dan nyaman. Komunikasi harus diciptakan kondusif dengan pemberian fasilitas yang adil. Fenomena toksik Quiet Quitting dan Quiet Firing bisa terjadi karena banyak hal. Outputnya melahirkan toksik beda frekuensi. Kantor kok jalan sendiri sendiri. Hasilnya capaian output dijamin buruk. Sebuah gambaran yang tidak profesional dan saling tidak menguntungkan. 

Quiete quitting adalah tindakan bekerja seperlunya sesuai dengan kompensasi dan apresiasi yang diperoleh.

Tindakan ini bisa jadi adalah sebuah mekanisme pertahanan diri terhadap tuntuntan tinggi dari instansi dimana yang bersangkutan bekerja.

Sedangkan tindakan quiete firing adalah sikap instansi yang disinyalir menjadi respons terhadap aksi quiete quitting. Yakni dengan mendiamkan karyawan yang hanya menunjukkan performa seperlunya dengan tidak melibatkannya dalam proyek dan promosi. Instansi tersebut memberlakukan sikap balas dendam yang tidak profesional. 

Quiete quitting maupun quiete firing adalah fenomena yang sesungguhnya dapat dijembatani dengan pola komunikasi yang baik. Satu pihak dapat menginformasikan kesulitannya dalam bekerja, sedangkan kantor dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap karyawan bersangkutan. Itulah yang saya sebut toksik beda Frekuensi. Jelas tidak akan nyambung, karena perusahaan dan karyawan tidak pernah bertemu dan berjalan sesuai persepsi masing masing. Hal tersebut merupakan Situasi buruk dan tidak sehat jika tetap diteruskan tanpa solusi.

Pola Kerja Pimpinan Perusahaan.

quiete firing adalah sikap instansi yang disinyalir menjadi respons terhadap aksi quiete quitting. Yakni dengan mendiamkan karyawan yang hanya menunjukkan performa seperlunya dengan tidak melibatkannya dalam proyek dan promosi. Instansi tersebut memberlakukan sikap balas dendam yang tidak profesional. Kenapa terjadi? Karena ada trend pola kerja pimpinan yang amburadul. Mentang mentang merasa bayar pegawai, terus bertindak sewenang wenang. Menuntut pegawai dengan tuntutan tak masuk akal yang tidak bisa dicapai oleh pegawai. Sementara pimpinan tidak memberikan fasilitas penunjang untuk proyek perusahaan. Sikapnya like dan dislike. Pola demikian adalah manager otoriter yang memerintah secara komando, tapi secara karisma dia tidak layak dihormati karena sikapnya yang pandang bulu dan menganakemaskan pegawai tertentu. Secara management dia gagal mengatur pembagian tugas secara adil merata. Dia gagal menterjemahkan visi misi perusahaan dan menganggap pegawai hanya bawahan yang harus tunduk diperintah. Seharusnya pegawai adalah partner kerja dan pimpinan harus mampu memanusiakan manusia sesuai kapasitasnya. Pola kerja demokratis harus dibangun agar ada pola sefrekuensi bisa tercipta secara nyaman dan tujuan perusahaan tercapai dengan menyenangkan tanpa bisik bisik gibah yang tak profesional.

Sikap Kawulo Gusti yang Profesional

Kerja sama saling menguntungkan dengan saling menjaga, menghargai dan memiliki adalah pola tanggung jawab yang terukur dan adil sesuai porsinya. Sikap Kawulo Gusti yang profesional adalah cara menghilangkan toksin miskomunikasi penyebab Quiete quitting maupun quiete firing. Sikap itu adalah unggah ungguh dengan saling menghormati dan menghargai sesuai porsi tanggung jawabnya. Ini terjadi jika karyawan dan pimpinan bisa buka jalur komunikasi kreatif dengan terbuka, transparan dan saling mengungkap kekurangan dan kelebihan secara profesional. Tentu perusahaan ingin pegawainya super kreatif, tapi jangan lupa, mereka juga manusia yang bisa lelah, bosan, sakit dan mereka bukan robot.
Pengembangan kerjasama Kawulo Gusti yang seimbang, sejalan dan sefrekuensi harus diciptakan. Pegawai harus punya sikap tanggung jawab tinggi dan dihargai jerih payahnya semasa mengabdi. Pimpinan tak sepantasnya sewenang wenang, harus introspeksi. Jembatan solusi dari semua ini adalah komunikasi saling memahami, hingga tercipta suasana kerja yang sehat, ideal dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun