Tiap Penulis selalu memiliki kendala sendiri sendiri dalam proses berkaryanya. Salah satu kendala itu adalah mati ide. Penulis yang mati ide akan kehabisan amunisi menulisnya. Ini tidak asyik dan semakin lama mati ide, semakin tumpul kemampuannya berkarya.Â
Artikel ini mencoba mengupas arti penting membaca sebagai kawah candra dimuka para penulis agar wawasannya semakin luas dan menikmati hidup menjadi semakin hidup
Miliki Gudang Ilmumu sendiri
Penulis yang hanya ikut ikutan menulis atau ditugaskan oleh pihak lain, belum termasuk penulis yang memiliki inisiatif sendiri untuk berkarya. Setelah itu, walau tulisannya sangat bagus dan berkarakter, dia akan masuk tahap kebingungan mencari ide atau bahan menulis dengan stylenya sendiri.Â
Penulis harus punya inisiatif sendiri dan memiliki gudang ilmu yang dijadikan landasan buat mengembangkan style dan materi tulisannya.
Cara memiliki gudang ilmu ini ada beberapa langkah. Sebelum kesana penulis harus mencintai kegiatan ini sebagai hobby yang melekat. Tanpa ada motivasi yang melandasi, kegiatan menulis akan stagnan.Â
Dengan kecintaan sebagai hobby, kegiatan menulis akan terus dijalankan walau tidak ada yang membayar karyanya dan belum ada penerbit yang tertarik menjadikannya sebuah buku.
Jika hobby ini melekat, maka menulis bisa tanpa beban. Lahirlah apa yang disebut kepekaan pada lingkup sekitar. Banyak ide dan gagasan yang lalu lalang dikepalanya dan tugas yang harus dilakukan adalah mendokumentasikannya dalam sebuah buku catatan. Bila mati ide, buka saja buku catatan itu dan eksplore dirimu disana. Itulah gudang ilmumu sendiri
Membaca dan Jangan Membatasi literasi bacaanmu
Membaca adalah sumber inspirasi yang akan membentuk wawasan dan pengetahuanmu. Penulis harus memiliki hobby membaca. Ada satu Kebiasaan yang tidak disadari para penulis, yaitu hanya membaca bahan literasi yang dia sukai saja. Secara tidak langsung, dia membatasi pelajaran literasi yang terbatas. Yaitu pada materi yang dia sukai saja.
Penulis ideal harus kaya wawasan, apalagi tema sejarah. Luasnya bidang cakupan sejarah menuntut penulis tema sejarah harus banyak membaca pada materi dan nara sumber yang luas. Sejarah adalah multi dimensional artinya pemahaman sejarah tidak bisa dilihat dari satu sisi saja, tapi harus dilihat dari banyak sisi secara obyektif.