Mohon tunggu...
Irawan
Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pelahap informasi...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Profil Ahok dalam Mata Najwa dan Mimpi Naif Negeri Bebas Korupsi

31 Oktober 2013   11:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:47 4084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan penampilan Pak Ahok, Wagub DKI Jakarta, ketika diwawancara dalam acara Mata Najwa talk-show di tv pada Rabu 30/10/2013, kita menyaksikan bagaimana pemikiran Pak Ahok sebagai seorang pejabat publik dalam menjalankan amanah jabatan yang diembannya.

Tersirat bahwa menurut Pak Ahok, seorang pejabat publik haruslah jujur dan amanah serta selalu menaati hukum positif yang berlaku. Intinya janganlah melanggar sumpah jabatan!

Mudah-mudahan Pak Ahok akan menjadi seorang yang tidak munafik, tetap menjadi seorang yang memiliki integritas, yang konsisten selalu antara kata dan perbuatan. Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Salah satu contoh aktual ketidakkonsistenan tersebut di atas misalnya terdapat pada Akil Mochtar, mantan ketua Mahkamah Konstitusi, yang dulu selalu berkata keras tentang korupsi bahkan menulis buku tentang pemberantasan korupsi , tapi toh tertangkap tangan menerima suap, bahkan penelusuran KPK terhadap harta kekayaannya bernilai ratusan milyar rupiah mengindikasikan kelakuan korupsinya sudah lama dilakukannya. Kemudian juga ada Rudi Rubiandini, mantan kepala SKK Migas, yang terkenal sebagai pribadi yang jujur dan hidup sederhana (contoh terekspose pulang kampung naik kereta ekonomi), tapi toh tertangkap tangan juga menerima gratifikasi milyaran rupiah.

Memang susah untuk mengamalkan prinsip jujur dan amanah dalam jabatan, baik jabatan publik maupun swasta, karena yang terjadi di negeri kita ini adalah salah kaprah. Orang seperti Pak Ahok pun dianggap hebat dan luar biasa, bisa menjadi media daring berbulan-bulan sampai saat ini. Padahal apa yang dilakukannya adalah standar kelakuan pemegang jabatan. Nah, kalau kelakuan yang salah, koruptif, dan manipulatif dianggap sudah biasa, sedang yang seharusnya standar dianggap luar biasa, berarti seperti apakah kualitas masyarakat kita sekarang?  Masih jauh dari kriteria masyarakat beradab yang standar, bukan?

Bagaimanakah cara mendobrak kondisi masyarakat kita yang sakit ini? Ada cara jangka panjang, yaitu mulai dengan mendidik generasi muda dengan pelajaran tentang kejujuran. Namun disangsikan hasilnya, karena para pengajarnya adalah masyarakat yang seperti ini, bagaimana mau mengajarkan yang ideal? Ibaratnya "guru kencing berdiri, murid kencing berlari".

Cara jangka pendek, adalah menerapkan hukuman maksimal bagi para pejabat publik pelaku korupsi. Bisa dengan hukuman mati, atau penjara seumur hidup dan pemiskinan dengan penyitaan seluruh harta. Bagi para pelaku penyuapan, dihukum maksimal penjara dan denda berkali-kali lipat daripada jumlah suapnya, dengan anggapan suap yang dilakukannya pada akhirnya telah mengakibatkan kerusakan sosial.

Sedikit berbagi pengalaman, penulis pernah sangat terkesan dengan kondisi keamanan di suatu negara yang pernah didatangi penulis. Beberapa tahun lalu penulis pernah berada di Mekah dan Madinah untuk keperluan umroh, dan mendapatkan pengalaman menarik.  Tas-tas yang kami tinggalkan di lorong dalam hotel untuk dikumpulkan panitia, tidak ada yang diambil atau dicuri. Kamar hotel kami yang tidak terkunci pun aman-aman saja tidak ada pencuri yang masuk. Kemudian yang namanya money changer penampakannya seperti kedai teh botol pinggir jalan di Indonesia, transaksi penukaran uang (kadang ribuan dollar AS) dilakukan sambil berdiri di depan kasir, yang berada di pinggir jalan, dan terlihat jelas sekali oleh orang yang sedang lalu lalang, tetapi aman-aman saja. Mengapa bisa terjadi demikian, ada kota dengan angka kriminalitas sangat rendah? Karena hukum yang diterapkan tegasnya minta ampun; salah satunya adalah potong tangan bagi pencuri dan perampok yang terbukti bersalah.

Inilah efek jera yang dihasilkan oleh penerapan hukum maksimal.

Jadi cara jangka pendek, hukuman yang maksimal dan mengerikan, akan menghasilkan shock dan ketakutan untuk para pelaku dan calon pelaku, dengan hasil sebagai berikut;
1). yang belum melakukan tidak akan berani mencoba-coba
2). yang sudah melakukan dan belum ketahuan tidak akan berani lagi mengulanginya.

Tindakan penindakan seperti dilakukan KPK sekarang tidak akan maksimal hasilnya atau seperti  percuma  saja jika hukumannya masih biasa-biasa saja. Kita masih akan terkaget-laget lagi terus-menerus  ketika disuguhi berita bahwa KPK menangkap pejabat ini yang sebelumnya terkenal jujur dan berintegritas, atau pejabat itu yang terkenal sederhana, atau pejabat-pejabat ini itu lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun