Mohon tunggu...
Irawan
Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pelahap informasi...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Vonis Berat Hakim Tipikor Terhadap Terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq Mantan Presiden PKS

10 Desember 2013   01:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:07 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1386856904592702350

Pada hari ini 9 Desember 2013, yang juga kebetulan merupakan Hari Anti Korupsi Sedunia, akhirnya kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) suap impor daging yang membelit mantan presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) telah sampai pada ujungnya, dengan dibacakannya vonis oleh Majelis Hakim pada sidang penutup di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, seperti diberitakan oleh Detiknews.com dan Kompas.com. Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa LHI terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara bersama-sama, dan dijatuhi hukuman 16 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Untuk tindak pidana korupis, terdakwa LHI dianggap bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.  Sedang untuk tindak pidana pencucian uang, terdakwa LHI dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelahnya, dan dianggap melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a,b, c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, Pasal 6 ayat 1 huruf b dan c UU Nomor 25/2003 tentang TPPU. Kemudian Pasal 3 dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Vonis Majelis Hakim ini, seperti di permulaan sidang terdahulu, diwaranai perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari 2 hakim tentang wewenang jaksa KPK untuk menuntut pencucian uang, yang menurut mereka seharusnya wewenang tersebut hanya ada di Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi saja. Namun perbedaan pendapat ini tidak mengenai isi vonis itu sendiri, jadi tentang vonis Majelis Hakim tetap sepakat. Berbagai pertimbangan Majelis Hakim mewarnai latar belakang vonis tersebut, antara lain sbb; - Dalam uang Rp. 1,3 milyar dari PT Indoguna Utama yang telah diserahkan kepada Ahmad Fathanah terkait pengurusan kuota impor daging sapi, diyakini adanya keterlibatan terdakwa LHI dalam pengurusan kuota itu. Terdakwa LHI tahu adanya komitmen fee, dan setelah adanya komitmen tsb, terdakwa LHI menjadi aktif membantu PT Indoguna.  Uang tersebut sejumlah Rp 1,3 miliar itu merupakan bagian dari realisasi janji saksi Maria Elizabeth Liman kepada terdakwa - Terdakwa LHI dinilai tidak jujur dan menyembunyikan harta kekayaannya, jumlah dana milyaran dalam rekeningnya tidak sesuai dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang telah menyebut tidak memiliki penghasilan lain kecuali gaji dan tunjangan anggota DPR senilai Rp 58,954 juta ditambah Rp 50 juta sebagai presiden PKS telah dikurangi iuran per bulan Rp 20 juta. - Terdakwa LHI dinilai telah mempunyai niat melakukan pencucian uang sesuai sadapan telepon terdakwa LHI dengan seseorang dengan sebutan 'doktor' mengenai British Virgin Island (BVI) Atas vonis tersebut, terdakwa LHI menyatakan tidak menerima dan akan mengajukan banding. Bahkan di luar sidang, kepada wartawan LHI menyatakan akan melanjutkan proses hukum berikutnya, baik proses hukum di dunia ini dan maupun proses hukum di akhirat nanti. Sungguh sangat bersemangat, mungkinkah maksudnya untuk tetap memberikan harapan kepada para kader PKS? Tentu sebagaimana sikap terdakwa LHI dalam menanggapi vonis dirinya, para petinggi PKS juga masih sulit menerima vonis ini. Sebagai contoh pernyataan Anggota Komisi III DPR dan juga anggota Majelis Syuro PKS, Al Muzzammil Yusuf, sebagaimana dilansir oleh Tribunnews.com; "Ini kami kritisi penegakan hukum terhadap LHI. Apakah Nazaruddin dan Angie diperlakukan sama.Nazaruddin berapa kali lipat korupsinya dari LHI. Padahal LHI kerugian negara hanya Rp 1,3 M sementara lainnya sampai ratusan miliar," kata Muzzammil.  Oleh karena itu, dia meminta publik mencermati hal seperti ini sehingga tidak ada muatan politik tertentu dari KPK dibalik dukungan publik yang luas terhadap lembaga antikorupsi itu. Jadi sebagaimana kompasiana kita ini juga sempat ramai dengan berbagai tanggapan tentang vonis terhadap Ahmad Fathanah, yang menurut para pembelanya dipertanyakan karena "swasta" kok bisa korupsi dan menyatakan tidak ada kerugian negara, mungkin juga vonis LHI ini akan menimbulkan gelombang pembelaan yang sama tentang kerugian negara yang disebabkan oleh LHI dan muatan politik yang dititipkan ke KPK serta teori konspirasi penghancuran PKS. Kita tunggu saja. *Catatan tambahan: Harta LHI yang berkaitan dengan kasus juga disita untuk negara, daftar selengkapnya dapat dilihat di Tempo.co Update 25-4-2014: Banding LHI ditolak di PT DKI Jakarta, Hakim Banding menguatkan putusan Pengadilan Tipikor, sehingga vonis LHI tetap seperti sebelumnya. Sumber: Kompas.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun