Mohon tunggu...
Anggi Irawan
Anggi Irawan Mohon Tunggu... peneliti -

Saya penikmat fotografi-travelling-dan dunia etnografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Malaria: Silent Tsunami (Kacamata Antropologi)

27 Desember 2016   11:19 Diperbarui: 27 Desember 2016   13:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Antropologi ilmu yang unik semua hal dapat dipelajari dengan senjata khas ilmu ini. Berbagai Bidang misalnya politik, ekologi, forensik, wisata,kesehatan, dan muatan klasik di kehidupan adat dan budaya suku. Indonesia menjadi ladang subur bagi keilmuan ini, ratusan ethnis yangtersebar di pulau-pulau yang mebentang dari sabang hingga merauke.

Mencoba melihat lebih dalam mengenai antropologi, namun disini saya lebihmemberi garis bawah pada bidang yang kini saya pelajari yakni malaria. Penyakit tropis ini sudah puluhan tahun yang tercatat dan mungkin sudah semenjak jaman nenek moyang kita ratusan tahun sudah muncul malaria dengan berbagai istilah saat itu.

Ide mengkawinkan antropologi dan malaria bermula dari sebuah diskusidalam forum ilmiah di Tokyo pertengahan tahun 2016. “Buatlahperspektif baru dalam sebuah ilmu sehingga mampu menyegarkan dunia akademis,” kurang lebih seperti itu kalimatnya. Antropologi sebuahilmu yang mempelajari manusaia dari berbagai aspek dan malariapenyakit yang muncul karena perilaku manusai menjadi pemicunya.

Profmarc Wery menyebutkan Malaria : “game beteen two players, natureand human kind”,   atau dalam  epidemiologi malaria dikenal dengan segitiga penularan yang terdiri dari : Host-agent-environment. Fakta menunjukkan kasus malaria semenjak ditemukan pertama kalisekitar tahun 1900 ditularkan oleh transmisi nyamuk anopheline melalui parasit yang dikenal dengan plasmodium masih banyak terjadi di Afrika,Asia, dan Amerika latin yang notabene negara berkembang dan tertinggal.

Sebutan“silent tsunami” dimunculkan oleh Prof. Bimal Kanti Paul dariManhattan US, dia coba membandingkan korban jiwa (mortality rate)yang disebabkan malaria sebanding dengan bencana tsunami. Lebih dari separuh populasi manusia di dunia tersebar lebih dari 100 negara beresiko malaria. Pada akhir 2004 di Asia tenggara, tercatat tsunami menyebabkan 300 ribu orang meninggal, dan 250-300 juta orang setiap tahun terjangkit malaria didunia dan hampir satu juta jiwa meninggal.

Negarakita Indonesia, kini menerapkan eliminasi malaria tahun2030 apakah ini sebuah rencana yang ambisius?. Beberapa kabupaten diIndonesia telah menerima sertifikat bebas malaria, namun tidaksedikit setelah sertifikat didapat wabah kembali muncul. Dimanakah peran antropologi dalam malaria, pola pengendalian penularan malaria di setiap daerah dengan kondisi budaya, perilaku, iklim, danlingkungan geografis yang beragam seharusnya terdapat metode pengendalian yang beragam pula, dan tidak bisa disamaratakan aturan pengendalian yang diaplikasikan dari Sabang hingga Merauke.(bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun