Karya Ira Uly Wijaya
Lanjutan Ballet of Love
Sesampainya di Rumah Sakit Ellis, Aurora ditangani dokter cantik bernama Cassandra. Ia memeriksanya dengan teliti. Aurora masih menangis dengan air mata yang mengalir deras, membayangkan kejadian di panggung tadi yang membuatnya merasa kecewa dan sedih. "Apa yang terjadi Aurora?" Tanyanya yang telah mengenalnya melalui media cetak dan elektronik, bahkan sering diceritakan orang-orang juga karena prestasinya sebagai penari balet peringkat satu dunia dari Kota Amber.
Aurora masih terisak-isak. Tetapi ia masih berusaha menjelaskan kejadian yang dialaminya. "Aku...Aku terjatuh saat menari balet, dokter," kata Aurora dengan suara masih bergetar. Dokter Cassandra mendengarkannya dengan sabar dan empati. Ia dapat merasakan kesedihan dan kekecewaan Aurora. Ia kemudian meminta perawat untuk melakukan rontgen pada kaki Aurora untuk memastikan kondisi cedera yang sebenarnya.
Cedera yang dialami Aurora seperti petir di siang hari. Kakinya yang sebelumnya seperti melangkah di atas awan, kini terasa berat dan sakit. Cassandra saat itu seperti malaikat penjaga. Ia memeriksa Aurora dengan hati-hati dan memberikan vonis yang membuat hati Audrey dan Arlo terasa perih. "Aurora kamu harus melakukan operasi untuk memperbaiki kondisi kakimu," kata Dokter Cassandra dengan nada lembut. Namun tetap tegas seperti batu karang.
Tangisan Aurora memecah kesunyian ruangan. Laksana ombak yang menghantam pantai. Suaranya yang biasanya merdu dan tenang, kini terdengar serak dan penuh kesedihan. Audrey dan Arlo berusaha menenangkannya. Namun Aurora terus berontak. Layaknya seekor burung yang terjebak di sangkar.
Tiga tahun yang lalu itu masih terbayang oleh Aurora. Ia menghapus air matanya. Mencoba memulai semuanya dari awal lagi. Ia kembali ke ruang latihan. Melanjutkan tarian baletnya bersama orang-orang baru. Ia berdiri di barisan paling akhir. Menatap semua orang yang fokus memperhatikan pelatih barunya yang bernama Kylie. Gadis muda yang sebaya dengannya. Cantik dan berprestasi seperti dirinya dulu.
Aurora merasa sedikit cemburu dan iri saat melihat Kylie, yang terlihat sangat berbakat dan percaya diri. Gerakan tarinya seperti kupu-kupu yang menari di sekitar bunga, ringan, anggun, dan penuh ekspresi. Baju kuning gengsinya berkilauan di bawah cahaya lampu studio. Ia terlihat seperti seorang putri dalam cerita dongeng. Celana lejingnya yang sewarna dengan kulitnya terlihat seperti seorang penari profesional yang telah berlatih selama bertahun-tahun. Setiap gerakannya terlihat sempurna, seperti karya seni yang hidup.
Aurora tersenyum tipis. Ia melirik ke jendela kaca. Dimana kala itu orang-orang selalu mengambil fotonya ketika latihan. Apalagi waktu itu Agatha juga sampai ikut menghentikan wartawan yang hendak mengambil gambarnya untuk dimuat di media tentang penari balet muda berbakat dari Kota Amber. Sekarang kenyataannya Kylie lah seorang bintang itu. Ia penari balet dari Jerman sekaligus pelatihnya.
"Aurora?" Suara Kylie terdengar indah, seperti nada piano yang dimainkan dengan sentuhan halus dan penuh ekspresi. Ia menatap Aurora dengan senyuman hangat. Namun Aurora menatapnya dengan mata berkabut, ekspresi wajahnya terlihat sedikit kesal dan cemburu.