Karya Ira Uly Wijaya
Aurora tersandung dan terjatuh saat menari di atas panggung. Ia berusaha bangkit dengan gigih untuk menunjukkan tariannya lagi. Tetapi kakinya gemetaran dan tak kuat untuk berdiri karena rasa sakit yang menyengat. Kostum balet merah yang elegan dengan rumbai-rumbai halus bergetar saat ia hendak berdiri. Sekarang kostumnya terlihat tidak rapi karena terjatuh. Semua orang, termasuk juri, menatapnya dengan kasihan dan sedih. Pelatihnya, Agatha, berlari dengan cepat dari kursi penonton untuk membantunya, diikuti oleh kedua orang tuanya yang juga berusaha membawanya keluar dari panggung. Aurora menolak dengan berkata, "Aku ingin menari pa, ma, bu Agatha! Aku nggak bisa hentikan tariannya begitu saja." Air matanya mengalir, tetapi semangatnya tidak pudar. Ia berusaha berdiri tegap. Menunjukkan bahwa ia tidak akan menyerah.
Agatha menatapnya dengan mata yang penuh haru, dengan alis yang sedikit terangkat dan bibir yang terkatup rapat. Ia menghela napas dalam-dalam. Lalu berkata dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang, "Baiklah, Aurora. Kamu boleh menari. Tapi, menarinya dengan hati-hati dan tetap tenang ya Aurora." Aurora mengangguk dengan gembira dan membasuh air matanya dengan punggung tangannya.
Kemudian ia menarik napas dalam-dalam dan memulai langkah pertamanya. Iringan musik kembali mengiringi langkah kaki Aurora. Wajahnya berkerut kesakitan, tetapi matanya tetap berkilau dengan semangat. Ia menari dengan kedua kaki yang masih sakit, terasa berat seperti timbal dan setiap langkah terasa seperti ditusuk oleh jarum. Akan tetapi ia tetap berusaha menampilkan yang terbaik. Namun tetap tidak bisa. Ia kembali terjatuh hingga menjerit kesakitan. Penonton menahan napas dan berdiri dari tempat duduknya menatap Aurora dengan kekhawatiran.
Jeritan Aurora membuat semua penonton di Gedung Dakota terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan. Mereka tidak percaya apa yang terjadi. Pelatihnya dan kedua orang tuanya berlari menuju ke panggung untuk menyelamatkan Aurora. Audrey memeluknya erat-erat dan berbicara dengan suara yang panik dan bergetar. "Cukup, sayang," kata Audrey sambil memeluknya erat-erat.
"Nak kamu sudah menunjukkan semangatmu yang luar biasa. Sekarang saatnya kamu beristirahat. Ayo kita pulang sekarang," ucap Arlo menenangkannya.
"Sebaiknya kita membawanya ke rumah sakit saja Pak Arlo," saran Agatha sambil membantu Aurora bangkit.
Namun Aurora menolak dengan menggelengkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang teguh. Ia memandang ke arah penonton dengan mata yang berkilauan disertai semangat. "Aku ingin menyelesaikan tarian ini untuk ayah, ibu dan penonton yang mendukung ku. Aku juga ingin mengharumkan nama kota kelahiranku ke seluruh dunia. Kalau aku berhenti, maka Kota Amber akan kehilangan Mahkotanya," Lirihnya.
Penonton terdiam sejenak, lalu bersorak dan bertepuk tangan untuk mendukung Aurora. Aurora tahu bahwa peserta lain tak akan bisa membawa nama Kota Amber hingga tingkat Internasional. Ia merasa tanggung jawab yang besar untuk membawa nama Kota Amber ke tingkat internasional. Sebagai penari balet juara satu sedunia, Aurora memiliki teknik yang sempurna dan telah memenangkan berbagai kompetisi internasional. Makanya ia tak mau pasrah dengan keadaan kakinya yang tidak memungkin untuk melanjutkan tariannya lagi. Apalagi semua peserta balet yang ikut festival balet itu adalah juniornya. Mereka semua masih pemula dalam menari balet. Para peserta ballerina menatap Aurora dengan kagum dan hormat.
"Aku takut Kota Amber tidak membawa piala kemenangan tanpa ku ma, pa, bu," ucap Aurora lagi berusaha bangkit dibantu Audrey dengan wajah yang penuh kekhawatiran. "Ini gerbang ballerina menuju Swiss. Kejuaraan Ballerina akan dibuka setelah festival ini," tambah Aurora dengan suara yang bergetar.