Mohon tunggu...
Ira Soe
Ira Soe Mohon Tunggu... -

Just ordinary mom and woman. Perempuan biasa yg tdk punya aktifitas apa2....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Arah Kapal, Arah Politik, Arah Kebingungan

21 Juli 2018   07:59 Diperbarui: 21 Juli 2018   08:10 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah beberapa hari ini di timeline sosmedku rada adem. Tak ada lagi copas artikel yg menyerang presiden. Atau sekedar share berita yg menyudutkan pihak pemerintah atau oposisi. Damai sementara. Atau sudah bosan dgn berita online yg juga saling copas? Entahlah. Mungkin juga ini karena gubernur NTB tiba-tiba putar haluan dgn mendukung Jokowi dua periode. 

Disusul oleh tokoh 212, sekaligus pengacara Habib Rizieq menjadi caleg dr PDIP. Pendiri Partai Keadilan yg selanjutnya menjadi PKS tiba-tiba berjas merah. Menjadi caleg dr PDIP. Semua terhenyak. Tapi rasanya tdk juga mengejutkan. Krn sejatinya mrk bukan orang orang baru yg berpindah haluan politik. Ada bapak Ngabalin yg selalu berapi-api ketika di kubu Prabowo sekarang berada di tim Jokowi. Bapak Ahok juga orang yg sering berganti rumah politik. Pun Ruhut Sitompul yg dulu sangat mencintai Golkar lalu Demokrat. Kita tau partai apa saja yg sdh mencatat namanya sebagai kader. 

Dunia politik itu bkn sesuatu yg pasti. Kita saja yg mati matian membela. Menyerang orang yg bersebrangan. Sampai akhirnya bermusuhan saking bapernya kita. Aku pun termasuk yg bodoh itu. Aku sendiri membela tokoh yg kuidolakan. Tdk rela satupun menghina. Bermodal artikel seadanya, aku ikutan menjadi netizen bar bar yg tak mengizinkan siapapun menghina tokoh idola. Ternyata semua bersikap yg sama. Pernah berselisih dgn orang terdekat karena  soal pandangan politik kami beda. Segitu bapernya, sampai kami memutuskan untuk berdebat kusir. Dan lalu saling unfollow. 

Pecah kekompakkan alumni apapun ,karena beda pendapat yg diakibatkan  perseteruan politik. Padahal politisi itu bisa menyebrang sana sini ke kubu yg berbeda. Sementara kita kita para simpatisan masih saling bermusuhan. Puncak dari saling sengketa yg di bumbui politik ini puncaknya ketika pilkada DKI. Seolah yang mendukung Ahok adalah orang orang yg anti Islam. Dan yg mendukung Pak Anies adalah orang yg membela Islam. Bahkan teman-teman saya yg tak pernah menginjakkan kaki di Jakarta, begitu bersemangat memposting apapun agar tidak memilih Ahok. Euforia yg luar biasa. Sementara saya dan para tetangga yang berpuluh tahun tinggal di DKI biasa biasa saja.

Ungkapan pak Amin mengenai partai Setan dan Partai Alloh. Seperti yg saya copas dr CNN. Sebagai berikut :Sekarang ini kita harus menggerakkan seluruh kekuatan bangsa ini untuk bergabung dan kekuatan dengan sebuah partai. Bukan hanya PAN, PKS, Gerindra, tapi kelompok yang membela agama Allah, yaitu hizbullah. Untuk melawan siapa? untuk melawan hizbusy syaithan," ujar Amien dalam tausiyah usai mengikuti Gerakan Indonesia Salat Subuh berjemaah di Masjid Baiturrahim, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat (13/4) pagi. Sungguh semakin membuat saya miris. Sejak kapan Alloh berpolitik? Rasanya makin rancu perpolitikkan negeri ini dengan mencatut nama Alloh. 

Kita lagi lagi berdebat keembali. Berdebar tanpa logika. Kita kehilangan teman lagu. Selalu yg dirugikan adalah kita para simpatisan. Sementara mereka para politisu itu berpindah pindah haluan. Kita yg madih bermusuhan.

Padahal di beberapa daerah, partai Setan dan partai Alloh seperti yg dituduhkan pak Amien bisa akur. Dan didaerah tsb tdk ada isu agama yg dihembuskan. Tapi di daerah lain yg tdk bersatu mengusung pasangan dan bersebrangan antara partai Alloh dan partai Setan ala pak Amin. Isu sara jelas kencang di hembuskan. 

Inilah politik. Ini realitanya. Dimana isu pun bisa di on off kan sesuai kondisi lapangan. Sementara para simpatisan kurang menyadari itu. Sampai tdk tidur mencari cari artikel untuk menjatuhkan orang yg dianggap musuh Alloh.

Arah angin berubah, kapal yg di pakai pun betubah. Lalu ayat pun bisa dikeluarkan sesuai kebutuhan. Ada yg keki. Ada yg tertawa mencibir. Ada yg bertepuk karena menang. Ah, sebagai orang yg suka menulis tapi dangkal ilmu ini. Sy cuma bisa menuliskan apa yg terlintas saja. Saya bukan pengamat politik. Rasanya menulis lbh bijak dari pada berdemo di warung martabak. Jika ingin mengganti presiden lakukan dgn bijak dan beragumentasi cantik. Salam damai,

Ira Soe,

Mamak mamak berdaster

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun