Mohon tunggu...
Iranti Mantasari
Iranti Mantasari Mohon Tunggu... -

A muslimah, book lover, media observer, political Islam enthusiast, learner, and someone who wish to enlighten the world through her writings.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Deteriorasi Tridharma Perguruan Tinggi

18 Agustus 2018   13:41 Diperbarui: 18 Agustus 2018   20:17 1636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS/HANDINING)

Setiap anak bangsa yang mengenyam pendidikan tinggi, mulai dari diploma, sarjana, magister dan seterusnya, tentu tidak akan asing dengan istilah Tridharma ini. Dalam bahasa Sansekerta, tri berarti tiga dan dharma berarti kewajiban. Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma menurut UU No. 12 Tahun 2012 pasal 1 ayat 9 merupakan kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Selain itu, makna deteriorasi dalam tulisan ini juga merupakan hal yang penting untuk dipahami bersama. Kata ini merupakan salah satu kata serapan dalam Bahasa Indonesia yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata deterioriasi memiliki makna kemunduran dan penurunan mutu. Singkatnya, segala sesuatu yang mengalami kemunduran dapat disebut juga mengalami deteriorasi.

Pendidikan dan penelitian dapat dikatakan merupakan kewajiban langsung dari Perguruan Tinggi, namun pengabdian kepada masyarakat tentu adalah bentuk nyata dharma yang dilakukan oleh sivitas akademika, baik mahasiswa pun alumninya agar dapat memberi manfaat di tengah masyarakat.

Terutama bagi akademisi muslim, Tridharma ini menjadi penting untuk dapat benar-benar terwujud. Hal ini disebabkan karena dharma pendidikan dan penelitian tercermin dalam kewajiban setiap muslim untuk menuntut ilmu guna meningkatkan kapasitas dan ketaqwaan dirinya. Sedangkan dharma ketiga terejawantahkan juga dalam perintah Allah kepada muslim untuk berdakwah menyeru yang haq dan melarang yang bathil terhadap sesamanya.

Namun adalah ironi ketika saat ini Tridharma mungkin hanya menjadi untaian kalimat yang terpampang di pelataran kampus. Pasalnya nilai sakral Tridharma dalam dunia akademik menjadi buram dan tak jelas di tengah carut marut sistem kapitalisme yang mencengkeram negeri dan anak bangsa. Kapitalisme dengan dialektika materialismenya mampu membeli Tridharma dengan bayaran yang tak sebanding dengan luhurnya dharma ini.

Masih hangat dalam ingatan bersama, kasus Prof. Suteki, seorang Guru Besar Hukum Universitas Diponegoro yang dipersekusi oleh kampusnya sendiri lantaran nyanyian lama radikalisme dan antipancasila yang dimainkan terhadapnya. 

Hal ini membuat Prof. Suteki harus menanggalkan beberapa jabatan akademis prestisius. Tuduhan tersebut dialamatkan kepadanya karena ia menjadi ahli pihak HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang menggugat pemerintah dalam sidang di PTUN beberapa waktu lalu serta karena ia menyatakan bahwa Khilafah yang disuarakan oleh HTI adalah bagian dari ajaran Islam yang sebetulnya tak bertentangan dengan Pancasila.

Belum cukup satu kasus, Prof. Suteki baru-baru ini kembali dihalangi untuk menjalani poin ketiga dari Tridharma. Melalui akun Facebooknya, Prof. Suteki menyatakan bahwa ia dilarang menjadi pembicara dalam 3rd International Conference on Islamic Law in Indonesia pada 4-6 September 2018 di Universitas Mulawarman (Unmul). Ia juga menyatakan bahwa Dekan FH Unmul diutus oleh seorang pejabat untuk membatalkan undangannya kepada Prof. Suteki (MediaUmat.news 1/8/18).

Sungguh apa yang dialami oleh Prof. Suteki sebagai representasi akademisi muslim yang ingin berkontribusi untuk masyarakat namun dijegal dengan 1001 alasan memberikan gambaran kepada publik bahwa kepentingan dalam era kapitalisme seakan mengambil alih kendali dunia akademik yang dikenal netral dan berintegritas tinggi. Keikhlasan dan idealisme seorang akademisi pun sangat diuji dalam sistem yang mengultuskan materi ini.

Mirisnya, banyak dari mereka yang dengan almamaternya gencar menyuarakan kebenaran dan keadilan, namun kemudian terbuai oleh undangan makan malam dan akhirnya lalai atas apa yang disuarakan. Prof. Suteki mungkin hanyalah satu dari segelintir akademisi yang tetap teguh atas idealismenya dalam memegang kebenaran dan mengamalkan Tridharma.

Catatan untuk Para Akademisi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun