Sanggup anpa malu2, mengantar cake pisang ke toko dekat rumah yang tiap hari menjadi tujuan ibu2 belanja berbagai macam sayuran dan kebutuhan rumah. Pagi pukul 06.30 dia bersepeda membawa cake pisang. Sorenya masih sempat mengontrol jualannya. Padahal tidak dikontrol pun tak mengapa. Sebab cake itu tahan suhu ruang 2-3 hari. Tapi si nomor dua ini merasa perlu melakukan pengecekan. Sampai yang punya toko hafal kebiasaan anak saya.
Sementara si sulung sibuk online di instagram. Menawarkan cavendish cake berbagai varian dan garlic bread favoritnya. Walhasil kami serumah memiliki kesibukan baru. Harus disyukuri, 2 hari sekali anak2 bisa mengutip uang hasil jualan. Setelah dipotong modal, keuntungan mereka bagi untuk jajan dan sedikit celengan untuk lebaran.
Seru juga kegiatan tahun lalu. Manjur mengatasi depresi selama pandemi. Ramadhan tetap kita lalui dengan puja puji syukur. Keadaan alam begini banyak mengajarkan kemandirian. Jurus pertahanan hidup. Juga tentang strategi ekonomi mandiri. Khususnya pada anak2 saya.
Setelah lebaran, anak2 pondok mulai masuk sekolah. Saya pun sibuk lagi dengan urusan yang lain. Namun kebiasaan baking bersama anak2 selama ramadhan, menyisakan banyak manfaat.
Pertama, kadang hari2 tertentu datang pesenan borongan ke rumah. Entah untuk snack box acara kantor, pengajian, arisan atau lamaran. Tidak tiap hari, tapi selalu ada saja yang datang.
Sepertinya Ramadhan tahun ini pun saya masih harus menerima orderan2 kecil semacam. Menjalani bulan suci dengan kerendahan hati dan bersahaja. Tetap waspada, pada virus yang tak kasat mata. Disiplin tetap harus, untuk menjaga kesehatan diri dan keluarga. Bagi saya, yang demikian itu termasuk wujud syukur kita atas segala karunia pencipta.
Kedua, semakin banyak yang tahu kalau nyonya besar pandai memasak. Ini sungguh kredit yang menggembirakan bagi saya. Padahal keterampilan memasak ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Tapi terpendam. Ya, memasak itu keterampilan. Kalau gak sering2 dipraktekan ya gak akan mahir, malah bisa hilang dimakan karat. Sama dengan menulis. Menulis pun bila sudah karatan, tidak tajam lagi.
Ingat! Menulis dan memasak itu bukan bakat ya, tapi keterampilan. Karenanya harus sering dilatih. Loh yang ini kok mirip2 materi menulisnya kang bugi di pelatihan menulis ilmiah populer kemarin yah hehe....
Salam 1 ramadhan 1442 H