Sebenarnya dia juga mahir buat roti canai. Saya pun bisa kalau hanya buat parata. Hanya malas penyakitnya. Nah, selama pandemi inilah kami banyak belajar memaksakan diri untuk tidak mudah malas. Pokoknya slogan kami, "malas hukumnya haram".
Pak Su tidak merokok. Sudah lama juga pensiun ke cafe. Paling banter ngopi ya di rumah. Nyeduh secangkir sendiri. Namun untuk kebutuhan teman kopinya, gak bisa terus2an menyetok roti seperti sebelum pandemi. Demi menjaga ketahanan pangan seluruh keluarga, penting mengasah keterampilan baking di dapur sendiri denga alat sederhana.
Baking lagi, membuat roti dengan berbagai teknik. Teknik biasa dengan mencampur seluruh bahan yang ada hingga teknik yudane ala roti2 jepang atau thang zhong ala china. Jadilah roti empuk, sobek 4 rasa seperti yang sering dijual promo 1 free 1 di toko2 waralaba dekat rumah. Pak Su senang, anak2 pun suka.
Selanjutnya rutin, seperti masak nasi, saya harus baking lagi. Nyetok lagi tiap 3 kali sehari. Satu ketergantungan terhadap roti di rumah kami teratasi. Mulanya hanya roti tawar, roti manis sobek dan bun kosongan untuk burger atau hotdog.
Saat makan anak2 suka menambahkan dengan bermacam2 isian. Lama2 isi kulkas jadi penuh isian roti. Selai buah dan coklat buatan sendiri, mentega bawang sampai isian pizza ala nyonya besar. Mau roti isi apa saja, anak2 tinggal buat sendiri dan pasang sendiri. Bahkan, menu korean garlic bread dan cake pisang cavendish pun ada di ramadhan tahun lalu.
Nyonya besar mendadak jadi cheff profesional. Anak2 pun senang berkumpul di dapur saat hendak menyiapkan menu buka puasa. Memilih sendiri roti yang disukai.
Tamu Agung
Awal Ramadhan tahun lalu jatuh di 24 April 2020. Bulan suci ini bagi kami sekeluarga, ibarat tamu agung. Untuk menyambutnya dengan penuh kehormatan, harus dengan persiapan sebulan sebelumnya. Tentang segala sesuatunya. Ya kesehatan fisik, keimanan, lebih2 persiapan finansial.
Kenapa harus demikian? Sebab sebulan ini kami harus aman dan nyaman melaksanakan ibadah bersama. Seperti sudah menjadi kebiasaan keluarga besar. Kerja, tidak cuti. Tapi ibadah tetap nomor satu. Inilah cobaan berat, menjalani ramadhan di masa pandemi. Lemas bila sudah menyoal pasal finansial.
Karena keadaan pandemi, kami harus menyesuaikan kebiasaan. Menjalani Ramadhan dengan penuh hati2, sebersahaja mungkin dan banyak berserah diri.
Kala itu, anak saya yang nomor dua, tetiba punya ide. Kenapa tidak berjualan masakan mama saja? Online bisa! Titip warung bisa! Sejenak saya memirkan ide anak2. Tapi si nomor dua ini sungguh kecil2 inovatif. Anak MI kelas 3 ini tangguh dan konsekwen terhadap rencananya.