Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Pasal Pencucian Uang Bikin Koruptor Tak Berkutik

12 Maret 2013   07:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:56 2812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_241634" align="aligncenter" width="540" caption="Irjen Pol. Djoko Susilo, dulu sangat berkuasa, kini tak berdaya asset-assetnya disita (www.merdeka.com)"][/caption]

“KPK sita 20 asset Djoko Susilo termasuk 3 SPBU”, begitu tulisan running text di sebuah media TV. Wow! Belum seminggu lalu diumumkan KPK telah menyita 11 rumah mewah Irjen Pol. Djoko Susilo termasuk kabar disitanya 2 buah surat nikah atas nama Djoko Susilo dengan Mahdiana (tahun 2001) dan dengan Dipta Anindita (tahun 2008), dimana status Djoko Susilo tertulis “perjaka”. Saat itu saya sempat berpikir : hmm..., kalau saja KPK terus bekerja menyelidiki semua asset sang Jendral, bukan tak mungkin akan lebih banyak lagi asset rumah, tanah dan..., mungkin juga istri lainnya.

Dugaan saya ternyata ada benarnya : asset yang ditemukan KPK jumlah dan macamnya bertambah banyak! Berita yang saya tonton semalam di Metro TV menayangkan daftar asset yang diduga dimiliki Irjen Pol. Djoko Susilo. Setidaknya ada 28 rumah – ditayangkan komplit dengan alamat lengkapnya – (tahan nafas, anda tidak salah baca, memang “dua puluh delapan”), 3 lahan persawahan, 3 unit apartemen di Jakarta, Singapore dan Australia, 3 unit SPBU. Yang disita baru 11 rumah, 3 SPBU, sawah, apartemen, gudang dan sebuah salon mewah milik Mahdiana (istri kedua Djoko Susilo). Diduga sang Jendral punya apartemen-apartemen mewah di dalam dan luar negeri. Informasi terbaru dari beberapa TV swasta, kini KPK juga menyita 4 mobil mewah yang diduga milik Irjen DS, yang 3 diantaranya atas nama para istri serta mantan bawahannya.

[caption id="attachment_241636" align="aligncenter" width="400" caption="MAHDIANA. istri kedua DS yang memiliki restoran dan salon (cahayareformasi.com)"]

13630741261610217293
13630741261610217293
[/caption]

Seorang Jendral yang tidak menduduki jabatan tertinggi di Mabes Polri, bisa punya asset sebanyak itu. Wajarkah?! Bukankah gaji dan tunjangan resmi pejabat Polri meski level Jendral sekalipun, tetaplah mengikuti jenjang struktur penggajian yang berlaku di Kepolisian? Tentunya bisa langsung dilihat berapa gaji resmi Irjen DS. Sang Jendral juga punya keluarga – istri dan anak-anak yang sah – yang sehari-hari perlu dinafkahi, biaya hidupnya pun tentu menyesuaikan dengan gaya hidup istri dan anak-anaknya. Intinya : gaji resmi itu mestinya dibelanjakan, tidak mungkin tiap bulan utuh. Kalaupun ada yang tersisa untuk ditabung, rasanya sulit diterima akal sehat bahwa tabungan itu cukup untuk membeli asset sebanyak itu. Apalagi jelas diberitakan bahwa peningkatan tajam asset Irjen Pol. Djoko Susilo terjadi selama menjabat sebagai Dirlantas Polri.

Apes bagi Djoko Susilo, dialah “korban” pertama KPK yang dikenai pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Maka, mulailah KPK menelusuri semua asset DS dan atas nama money laundering disitalah asset-asset itu. Tinggal bagaimana nanti DjokoSusilo dan para pengacaranya membuktikan dari mana sumber perolehan asset-asset itu yang kemungkinan tahun perolehannya saling berdekatan, artinya dalam durasi yang cukup singkat tiba-tiba banyak membeli asset baru.

[caption id="attachment_241639" align="aligncenter" width="330" caption="Dipta Anindita (bowspot.blog.ugm.ac.id)"]

1363074219463450913
1363074219463450913
[/caption]

[caption id="attachment_241642" align="aligncenter" width="467" caption="Dipta Anindita ketika meraih gelar Putri Solo. Kalau saja Dipta tak mengundurkan diri, bisa jadi ia maju ke ajang pemilihan Putri Indonesia mewakili Solo (www.kabar24.com)"]

13630743601620547114
13630743601620547114
[/caption]

Memang tak semua asset itu atas nama Djoko Susilo. Ada yang di-atasnama-kan istri-istri mudanya, putrinya, kerabatnya, ada pula yang atas nama Djoko Susilo namun ketika membeli mengaku sebagai pegawai Indosat, dll. Jika tidak dengan tujuan tertentu dengan maksud menyamarkan, kenapa seorang jendral polisi sampai merasa perlu mengubah identitasnya bukan? Bukankah akan lebih mudah urusan jika ia mengaku dirinya seorang polisi berpangkat jendral? Tak pelak lagi, pasti ada maksud tersembunyi di balik itu. Sama halnya dengan mengubah identitas menjadi “perjaka” demi mendapatkan surat nikah kedua dan ketiga yang sah dari KUA, tak lain demi mengakali aturan yang mengharuskan seorang aparatur negara mendapat ijin tertulis istri pertama – apalagi seorang polisi, yang harus mendapatkan ijin dari atasannya – sebelum menikah lagi.

Kini, tak hanya asset berbagai jenis yang disita KPK, para istri (kecuali istri pertama) juga turut dicekal. Inilah buah manis dari penerapan pasal TPPU : semua harta kekayaan yang dianggap tak masuk akal dan tak dilaporkan, disita sebelum dapat dibuktikan perolehannya dari jalan yang sah dan bukan dari uang haram. Harta kekayaan Djoko Susilo sesuai LHKPN yang dilaporkan hanyalah 5,6 milyar rupiah, berupa sebuah rumah senilai 4,6 milyar dan sebuah mobil Kijang Innova serta harta likuid yang tak seberapa.

Pasca diberlakukannya pasal TPPU, pengacara DS tak lagi banyak berkomentar di media massa yang menyerang KPK dan menyangkal kliennya koruptor. Demikian pula institusi kepolisian, tampak tak lagi melakukan perlawanan. Kita tentu ingat betapa berlikunya proses menguak kasus korupsi simulator SIM ini sampai penetapan DS sebagai tersangka. Diawali dengan berita di majalah Tempo pada Januari 2012 yang kemudian dibantah keras oleh Polri, bahwa tak benar ada aroma korupsi dalam pengadaan simulator SIM. KPK bergeming, diam-diam penyelidikan terus dilakukan sampai mendapatkan bukti permulaan yang cukup. Akhir Juli 2012, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan bahkan berlanjut dengan penggeledahan kantor Korlantas Polri. Sebuah perjuangan yang tidak mudah ketika para penyidik KPK harus berhadapan dengan para perwira polisi yang menghalangi upaya mereka menggeledah di suatau malam bulan Ramadhan. Ketegangan yang berlanjut sampai pagi, dimana para pimpinan KPK sampai turun tangan.

[caption id="attachment_241644" align="aligncenter" width="460" caption="Salon CLa milik Mahdiana yang ikut disita KPK (news.detik.com)"]

13630744721418969120
13630744721418969120
[/caption]

Seolah tak mau kalah dan berebut kewenangan menangani perkara itu, Polri kemudian buru-buru menetapkan tersangka dan berusaha menunjukkan mereka lebih dulu menyidik perkara itu. Sangat aneh dan tak logis, karena sebelumnya pihak Polri justru ngotot tak ada korupsi dalam kasus itu. Tak hanya berebut menetapkan tersangka, perseteruan KPK vs Polri kembali memanas ketika KPK menetapkan penahanan atas Irjen DS. Malam harinya, gedung KPK dikepung aparat polisi yang mendadak akan menangkap Kompol Novel Baswedan – perwira polisi yang ditugaskan di KPK – yang kebetulan menjadi penyidik kasus simulator SIM.

Kini, ketika bukti-bukti asset DS semakin banyak yang ketahuan dan disita KPK, makin sulit untuk menolak sangkaan korupsi. KPK pun akan menerapkan pasal yang sama untuk para tersangka kasus suap kuota impor daging sapi. Sebab LHI, mantan Presiden PKS,  diduga memiliki sejumlah rumah mewah yang belum lama dibeli (sumbernya disini dan disini), yang nilainya jauh lebih besar dari harta kekayaannya yang dilaporkan dalam LHKPN. Bahkan kini ICW mendesak agar KPK menerapkan pasal TPPU bagi Angelina Sondakh.

Kalau saja semua penyelenggara negara – eksekutif, legislatif dan yudikatif – baik yang masih menjabat maupun yang sudah mantan, yang diduga memiliki asset dan kekayaan tak wajar, jauh lebih besar dari penghasilan yang sah kemudian dijerat dengan pasal TPPU, pasti akan makin banyak lagi koruptor yang tak berdaya mengelak karena gagal membuktikan asal usul assetnya dari sumber yang sah. Bagaimana pun, di dunia ini tak ada uang runtuh dari langit tiba-tiba. Sebuah perolehan dari hasil kerja keras dan usaha yang sah, pasti membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama untuk bisa mengumpulkan asset bernilai milyaran.

[caption id="attachment_241738" align="aligncenter" width="565" caption="Rumah DS di Golf Residence Semaranag yg diduga dihuni Dipta Anindita (www.tribunnews.com)"]

13630871171417945907
13630871171417945907
[/caption]

Mencermati apa yang ditemukan KPK dalam kasus Djoko Susilo, rasanya perlu pula KPK menelusuri pemberitaan majalah Tempo sekitar 3 tahun lalu tentang rekening gendut para jendral polisi. Saat itu Polri juga bereaksi keras atas pemberitaan dan cover majalah Tempo. Polri kemudian melakukan penyelidikan internal yang berakhir seperti sudah diduga publik : semua rekening gendut itu sah adanya! Sumbernya ada yang hibah, warisan, hasil usaha. Padahal, polisi aktif tak boleh berbisnis bukan? Nah, kalau mantan Dirlantas saja bisa menumpuk kekayaan sefantastis itu, apa tak mungkin jendral lain yang pernah menduduki jabatan strategis juga tak jauh beda dengan DS? Jangan lupa, rumah mewah Susno Duadji, mantan Kabareskrim, kini juga terancam disita KPK.

Nah, tunggu apa lagi KPK? Kini saatnya menerapkan pasal pencucian uang untuk semua tersangka yang dibidik kasus korupsi dan suap. Semoga makin banyak asset para koruptor yang berhasil disita dan dikembalikan pada negara. Jika pun kelak asset itu dilelang, setidaknya bisa mengembalikan kerugian negara, hak rakyat yang sudah dirampas para penyelenggara yang tidak amanah. Selamat bekerja KPK, jangan lupa, kekayaan dan asset Anas Urbaningrum yang bertambah dalam waktu singkat, perlu juga dibidik pasal serupa.

[caption id="attachment_241742" align="aligncenter" width="600" caption="Kalau sudah begini, masyarakat jadi kut mencibir, apa tidak malu? (ww.voa-islam.com)"]

1363087309727869461
1363087309727869461
[/caption] Catatnn : Mohon maaf  kepada semua pembaca, tulisan ini telah terpotong 2 alinea terakhir setelah gambar rumah DS yang di Golf Residence. Pada saat posting memang sempat terjadi kesulitan dan loading lama terutama saat upload gambar. Baru saya sadari setelah saya baca melalui HP ternyata tulisan ini terpotong (karena terjadi error saat posting). Sekarang tulisan sdh diperbaiki, semoga lebih enak dibaca dan tidak menggantung endingnya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun