Sepagian tawaku musiman.
Raut muka jalanan kota sudah seperti musim paceklik.
Seorang anak kecil dipeluk asap truk dengan erat.
Ia terseok, menanggalkan mimpi di pohon mahoni dekat pusara ibunya.
Orang-orang mulai mengais angin untuk dilesapkan pada kantong kemeja.
Aku mengernyitkan dahi, lupa jika tanganku kau pinjam untuk menanduskan pipi.
Kakiku kau pinjam untuk menjadi penopang,
mataku kau pinjam untuk memandangi lekuk rupa lain.
Kau sesekali ingat aku, sekali dalam sebulan.
Aku meminta hatiku yang kau pinjam, tapi kau lupa di mana hati yang sudah patah kau simpan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!