Mohon tunggu...
M. Iqbal
M. Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Part Time Writer and Blogger

Pengamat dan pelempar opini dalam sudut pandang berbeda. Bisa ditemui di http://www.lupadaratan.com/ segala kritik dan saran bisa disampaikan di m.iqball@outlook.com. Terima kasih atas kunjungannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasionalisme Suap

22 Desember 2018   13:34 Diperbarui: 22 Desember 2018   22:27 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami rindu gelar.... 

Dahaga gelar seakan kering kerontang berabad lamanya, menahan raksasa tua dari siberia seakan cerita lama yang selalu dipupuk. Lamanya cerita itu bak dongeng sebelum tidur, membuat tidur pecinta si kulit bundar.

Peluang itu seakan mulai datang, di mulai pemain-pemain yang punya kapabilitas tinggi di setiap lini. Hingga jadi tuan rumah bak sebuah kombinasi lengkap. Kesempatan yang langka karena menjadi penggembira saja tak cukup. Kini kami berangkat sebagai sang juara, mengangkat tinggi sang trofi ke atas langit. Tepuk tangan dan harus para penonton jadi bukti saatnya menjadi pahlawan dan membawa pulang trofi yang diidam-idamkan.

Persiapan matang itu dimulai jauh-jauh hari, pelatih kenyang asam garam menukangi pemain potensial negeri ini. Ia pun seakan punya skuat ideal yang sesuai dengan taktiknya, seakan ini generasi yang tepa mengakhiri puasa gelar panjang itu.

Laga pertama seakan jadi sebuah ujian, negara jiran yang penuh determinasi berhasil digulung tak berdaya. Timnas kita seakan mengajarkan mereka cara bermain bola yang benar. Skor yang mencolok seakan membuktikan kita begitu superior.

Laga selanjutnya ada kekuatan baru di regional kami, mereka pun tak berdaya lagi. Mereka seakan lebih kuat kami pukul. Bak pertarungan bocah SMA membantai bocah-bocah tengik SD, mereka tertunduk malu dan keesokan harinya siap pulang ke negaranya.

Laga terakhir begitu menentukan, mengalahkan raksasa di regional kami. Mereka selalu terlihat kuat dan tangguh. Mungkin mereka adalah lawan yang paling kuat dan harus disingkirkan dari arena ini.

Pertarungan sengit pun dimulai, negeri gajah itu tak berdaya. Kaki-kaki pemain mereka lelah tak berdaya melihat pemain energik negeri kami. Menerobos barisan pertahanan yang terkenal begitu kuat, pertaruhan sengit itu membuat mereka tersingkir pertama sekali secara prematur. Semua karena generasi emas bangsa ini.

Bangsa ini lolos ke babak selanjutnya, seakan selangkah lagi melangkah ke partai pamungkas. Hadangan datang dari salah negara antah-berantah dulunya. Mereka kini memanggil semua darahnya menghimpun negeri. Tak peduli dari mana asalkan punya label negara mereka, menjadi sebuah kesatuan kuat yang menakutkan.

Badan mereka tinggi menjulang dan bermain di klub elit. Tapi itu bukanlah hadangan karena mereka tak punya satu hal. Dukungan publik segila negeri kami, bukan sepi seperti barisan kuburan kala bertanding. Saat lawan bertanding bisa membuat pekik telinga dan bulu kuduk tak mau turun.

Bule-bule itu diajarkan bagaimana cara melakukan pemain ke-12, seakan mereka yang kuat harus takluk tak berdaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun