Mohon tunggu...
M. Iqbal
M. Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Part Time Writer and Blogger

Pengamat dan pelempar opini dalam sudut pandang berbeda. Bisa ditemui di http://www.lupadaratan.com/ segala kritik dan saran bisa disampaikan di m.iqball@outlook.com. Terima kasih atas kunjungannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mafioso

6 Desember 2018   01:08 Diperbarui: 6 Desember 2018   01:11 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hembusan asap cerutu menyebar ke seluruh ruangan, pria berkumis tebal sedang sibuk minta ampun. Ia menaruh cerutu di sebelah asap kaca dan di ujung telepon terdengar percakapan alot. Suaranya terdengar aneh, aksen bahasanya berbeda jauh. Tawar-menawar harga seakan terdengar di ujung telepon itu, hingga harga yang disepakati mencapai deal.

Abu cerutunya yang sudah memanjang di bibir asbak akhirnya ia angkat, seakan percakapan itu begitu panjang. Suasana ruangan yang tadinya hening mendadak berubah riuh. Uang kini sudah di genggamannya. Telepon di ujung sana rupanya datang dari manusia timur ujung yang kerap dengan dunia judi.

Seakan ia ingin membeli semua, manajer, pemain hingga melobi tokoh penting negeri. Liga tinggal menunggu sepak mula, tiket sudah dicetak jauh-jauh hari sebelum laga. Banner pertandingan sudah menghiasi jalan di dekat stadion dan penggemar bola sudah siap menghabiskan waktunya untuk melihat timnya bertanding.

Siapa yang tak kenal klubnya, raja kandang yang siap menghancurkan siapa saja tim yang datang. Namanya harum di Kotanya, bak lambang kebanggan kota. Deru suporter seakan membuat nyali lawan ciut, kiper lawan bisa saja kencing dari celana andai ia level mental tempe.

Persiapan akhir latihan begitu krusial, pria bercerutu itu seakan punya lobi yang kuat. Ia mencium gelagat tak mengenakkan dari ruang ganti tim tuan rumah. Gaji mereka bulan kemarin belum cair, dua laga tandang sebelumnya seakan tim harus menerima pil pahit. Manajemen berjanji akan melunasi gaji sebelum musim berakhir. Efek gaji seakan buat bermain ogah-ogahan. Teriakan sang istri pemain buat konsentrasi pemain buyar, gaji yang dijanjikan masih sebatas isapan jempol.

Mafioso melihat celah menanggalkan rasa cinta klub dan patriotisme. Siapa yang tidak tahan bermain dalam lapar dan gundah? Celah kecil ini bak peluang para mafioso bermain, mengatur segalanya tanpa terkecuali.

Pemain yang lesu setelah latihan mendadak di sapa oleh pria tak mereka kenal, berlagak baik setengah mati. Menawarkan iming-iming segepok uang yang menghentakkan jiwa, uang yang mungkin separuh kontrak. Kini ia hadir di depan mata di tengah himpitan ekonomi membeli. Lupakan klub sejenak yang telah kami ingkar, kini waktunya menikmati uang kejut. Hasil petaruh tengik di ujung dunia sana.

Klub yang terkenal raja kandang pun mencoba untuk bertekuk lutut dari klub semenjana kecil di ujung nusantara. Bermain mata atau bermain bak gajah malas di penakaran, jiwa yang semangat setengah mati seakan sejenak mata suri untuk sebuah materi.

Jangan sok idealis, semua itu harus realistis. Bermain buruk, mendapatkan uang dan buat anak istri tersenyum. Deal itu sudah sampai, dari pihak berakses timur, pria bercerutu hingga pemain yang lugu harus mangut-mangut.

Hari laga berlangsung pun tiba, suporter pun mulai datang memadati stadion. Pakaian kebesaran marwah klub melekat di badan suporter. Tiket mendadak ludes karena laga itu tergolong krusial karena jadi laga terakhir di kandang. Petang yang cerah dan akhir pekan makin melengkapi suporter menghabiskan akhir pekannya di stadion.

Nyanyian suporter mulai terdengar, brigade musik di sudut lapang siap mengatur vokal para suporter. Bernyanyi tanpa henti untuk dukung moril tim. Pemain sudah tiba di lorong pemain bersiap memasuki lapangan mereka. Tak ada yang aneh dari gelagat mereka, semua sudah bersiap dengan peran masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun