“Kamu mau kemana?”
“Pergi.”
Sebuah percakapanku dengannya yang tiba-tiba saja terlintas dipikiranku, saat itu seharusnya aku tidak pergi, seharusnya aku menahan emosiku dan berfikir dengan jernih, seharusnya aku dapat menyelesaikan masalah itu dengan kepala dingin, tapi aku memilih untuk pergi.
“Mas.” Wanita yang duduk disampingku dan menemaniku menikmati kopi pahit di teras apartemen memanggilku.
“Mas.” Berkali-kali ia memanggilku namun aku tidak menoleh kearahnya, pikiranku masih terbang ke masa itu, kata pergi yang menghantuiku.
“Mas.” Kali ini ia menarik wajahku dengan lembut ke arahnya. “Aku udah panggil 3 kali loh” ia menatapku dengan tatapannya yang sangat lembut, entah mengapa aku bisa berada disampingnya sekarang.
“Kenapa” Jawabku singkat.
“Mikirin apa?” Tanyanya dengan manja, ia melingkarkan tangannya dileherku dan merebahkan kepalanya di bahuku. “Aku.” lanjutnya, sambil mengelus-elus pipiku yang ditumbuhi jenggot tipis. “Aku masih disini kan mas?” Ia menunjuk dadaku, kata-kata itu yang selalu ia lontarkan setiap aku sedang melamun mungkin sudah ratusan kali kalimat itu dilontarkannya sejak awal pertemuan kami.
Sepertinya ia tahu betul isi hatiku, aku selalu terhipnotis oleh perangainya yang manja, seperti kerbau yang tercucuk hidungnya, aku hanya mengikuti arah tali yang ia bawa kemanapun ia inginkan.
“Kok ngak dijawab?” jari telunjuknya yang mungil itu membelai bibirku, ia masih bersandar di pundakku.