Setiap pagi aku bangun dengan semangat yang menyala-nyala. Matahari masih terlelap dalam tidurnya, dan juga suasana kota besar yang bising ini masih terasa sepi. Aku senang menghirup udara segar sebelum matahari terjaga, embun di saat ini membuatku merasa bersemangat untuk memulai hari baru. Setelah mandi dan sarapan, aku bergegas menuju meja kerjaku di sudut ruangan yang kecil.
Aku menyalakan laptopku dan membuka platform daring tempat aku mencari pekerjaan untuk menulis lepas. Namun, semangatku pudar seketika saat menatap kenyataan yang mengecewakan. Tidak ada pekerjaan baru yang tersedia hari ini. Padahal, aku telah mencari dan mengajukan banyak sekali proposal-proposal sebelumnya, namun hingga kini belum ada tanggapan positif.
Aku merasa frustrasi. Setiap hari, aku bekerja keras untuk mencari nafkah, tetapi rasanya seperti tidak ada hasil yang memuaskan. Aku mulai meragukan kemampuanku dan bertanya-tanya apakah aku cukup baik untuk bersaing di pasar penulisan lepas yang kompetitif ini.
Sementara itu, beban hidup semakin menumpuk. Tagihan-tagihan bulanan harus dibayarkan, dan kebutuhan sehari-hari tidak bisa diabaikan. Aku merasa tertekan dan khawatir tidak bisa memenuhi tanggung jawabku. Ketidak pastian pekerjaan penulis lepas membuatku gelisah, dan aku mulai meragukan pilihan hidupku untuk hidup sebagai pekerja penulis lepas.
Aku keluar dari rumah, tak tentu arah, aku berjalan dengan hati yang berat, langkahku melambat saat menyusuri jalan-jalan kota. Senja mulai merambat, memberi suasana yang mendalam pada kota besar, modern dan bising ini. Pikiranku terus menerus menghadapkan diriku pada pertanyaan yang sama, "Apakah aku harus terus mengikuti jalan ini sebagai penulis lepas atau mencari pekerjaan tetap seperti teman-temanku?"Â Teriak batinku.
Tanpa sengaja di senja yang suram itu aku bertemu dengan temanku, mereka telah mendapatkan pekerjaan tetap di perusahaan besar. Senyum hangat mereka menyambutku, dan aku mencoba menyembunyikan perasaan cemburuku di balik senyuman palsu. Aku menunjukan wajah senang dihadapan mereka, namun dalam hati, ada iri hati yang menguak.
"Apa kabarmu Arka?" tanya Rani, salah satu teman baikku. "Proyek tulisan lepasmu berjalan lancar?"
Senyuman paksa yang muncul diwajahku, "Ya, semuanya baik-baik saja." Aku merasa enggan menceritakan betapa sulitnya mencari pekerjaan sebagai penulis lepas saat ini. Rasanya seperti aku berada di dalam lautan ketidakpastian, berenang tanpa arah yang jelas, menanti waktunya untuk lelah dan tenggelam.
"Kamu tahu, kami sedang mencari orang untuk posisi penulis di perusahaan kami." ujar Devi, teman seangkatanku. "Mengapa kamu tidak mencoba melamar? Dengan bakat menulismu, kamu pasti bisa bersinar di sana"
Aku terkejut bukan kepalang dan juga sekaligus terharu, kata-kata itu seperti air yang sejuk bagi para pengembara di padang pasir. Tawaran itu sungguh menggoda. Bekerja di perusahaan besar akan memberikan stabilitas ekonomi serta jaminan masa depan, sesuatu yang sedang kubutuhkan saat ini. Namun, di saat yang sama, aku merasa ragu dan takut meninggalkan impianku sebagai penulis lepas.