Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Terdampar

21 Oktober 2020   11:56 Diperbarui: 21 Oktober 2020   11:59 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Simon Matzinger dari Pexels

Aku terbiasa mengarungi samudra sejak usia muda, meskipun ayah ku bukanlah seorang nakhoda yang handal, namun ayah ku mengajari ku berbagai macam tekhnik dalam menerjang ombak dan badai di samudra ini, aku terbiasa untuk berburu semua biota laut dari mulai kerang kecil hingga paus di samudra, berbagi macam rintangan ku hadapi sejak ayah ku mendidik ku menjadi seorang nakhoda untuk kapal ku sendiri, dan kini aku pemilik kapal besar yang beranggotakan satu orang juru mudi dan tiga orang awak kapal yang ikut berlayar bersama ku mengarungi samudra yang luas ini.

Ayah ku pernah berkata "Jangan pernah lengah dengan arah angin, sekali kau lengah putus leher mu" masih terngiang kalimat itu di telinga ku, meskipun kini beliau sudah terkubur bersama angan yang tak pernah padam dalam waktu yang cukup lama.

Aku terlena dengan angin buritan yang menerbangkan layar besar kapal ku, angin sejuk yang membuat laju kapal ku melesat sangat cepat, sejalan dengan arah tujuan ku, aku terlena dengan keindahan burung yang terbang bersama angin buritan yang membawa ku menuju samudra yang luas dan penuh dengan kemegahan bahari pada siang dan malam hari.

Seketika angin buritan berhenti berhembus di saat aku sedang menikmati perjalanan ini, kapal ku terhempas, merobek layar besar ku dan aku terdampar di sebuah pulau yang tidak pernah aku sambangi sebelumnya, sebuah pulau besar namun tidak terstuktur, mungkin begitulah karakteristik dari pemilik pulau ini, sebuah pulau besar dengan penghuni yang mayoritas penduduk asli sama halnya dengan ku hanya beberapa yang kulihat berbeda, sebuah pulau yang bisa menerima ku dengan kondisi kapal ku yang karam, aku masih mempelajari gaya berkomunikasi mereka, aku masih mempelajari aturan di pulau ini, aku bingung, aku seperti terasing, atau mungkin aku yang asing dengan bangsa ku sendiri.

Saat ini aku masih menanti angin buritan itu, apakah aku harus menetap selamanya di pulau asing ini, aku masih harus memperbaiki layar ku yang terkoyak, masih panjang waktu ku, aku penjelajah, aku tidak mampu berdiam diri mengikuti aturan dari pulau yang menurut ku asing ini, aku harus berlayar kembali, aku masih ingin menantang ombak di tengah samudra itu. 

aku harus selalu ingat "jangan lengah lengah dengan arah angin, atau leher mu akan putus".

-Tamat-

M.I

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun