Mohon tunggu...
Iqbal Aji Daryono
Iqbal Aji Daryono Mohon Tunggu... -

anak yg berguna bagi nusa dan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rokok & Ngelmu Tuma'ninah

26 Juli 2014   04:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:12 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Iya, rokok memang berbahaya. Saya setuju sekali sama sampean," kata Syekh Abu Hayyun mantap. Wajah aktipis LSM antitembakau yang bertamu siang itu pun langsung berbinar.

"Begini," lanjut Syekh. "Merokok itu nggak bisa dilakukan sambil terburu-buru. Sampean bisa makan, minum, mandi, bepergian, bahkan bekerja, dengan cepat dan tergesa. Tapi tidak untuk merokok. Merokok mesti dilakukan seperti.. mm.. gerakan-gerakan sholat. Harus tuma'ninah istilahnya, Mbak. Sedot, tenang, pengendapan sesaat, baru nyebul. Isep lagi, tenang dan pengendapan lagi, sebul lagi. Begitu terus menerus. Lihat, ngudud sama sekali bukan aktivitas yang cocok untuk orang yang gegabah dan grusa-grusu..."

"Lho, maaf, katanya bahaya, Syekh? Kok malah nggak bahas bahayanya??" si aktipis kimcil tampak nggak sabar.

"Sebentar..," sambil tersenyum bijak Syekh memberi kode tangan, agar si aktipis diam dulu. "Untuk menghabiskan satu batang rokok, rata-rata dibutuhkan 20-25 kali hisapan. Kalau seorang perokok ngudud 10 batang saja setiap hari, artinya minimal ada 200 kali saat jeda tuma'ninah per harinya. Alias 6000 saat kontemplatif yang ia jalani setiap bulannya. Enam ribu, Mbak! Nah, bayangkan saja jika ia menempuh hidup seperti itu belasan atau bahkan puluhan tahun. Apakah sampeyan yakin yang demikian itu tidak turut membentuk bangunan bawah sadar dan karakter pribadinya?"

"Bahayanya, Syekh. Pliss, bahayanya..."

"Jadi, ya nggak usah gumunan kalau banyak pemikir muncul dari kalangan perokok. Sebab perokok itu bukan semacam speed boat yang melesat cepat di permukaan, melainkan lebih dekat dengan sifat kapal selam. Ia bergerak tenang namun pasti, di kedalaman makna. Makhluk-makhluk kapal selam itu terbiasa tenang, jernih mencermati setiap hal, sekaligus punya daya imajinasi tinggi. Maka kita tahu ada Einstein, misalnya. Pastilah ia menemukan Teori Relativitas, serta teori bahwa semesta berbentuk melengkung, saat ia leyeh-leyeh sambil kebal-kebul dengan pipa cangklongnya. Ada juga Sartre, Albert Camus, Derrida, Sigmund Freud, yang semua-muanya menempa ngelmu tuma'ninah-nya lewat asap tembakau. Contoh lain? Ada Soekarno, Che Guevara, Winston Churcill, hingga John Kennedy. Atau para sastrawan-pemikir, mulai Rudyard Kipling, Hemingway, Mark Twain, Pablo Neruda, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Emha Ainun Nadjib, yang kesemua mereka pun menjalani metode yang sama. Jadi bisa kita simpulkan bahwa.."

"Stop! Stop!! Please, Syekh. Please!! I said: ba-ha-ya! Please explain the ba-ha-ya!!"

"Hehe, iya, iya, Mbak. Maaf. Saya tegaskan bahwa rokok memang berbahaya." Syekh ber-tuma'ninah sesaat. "Sebab.. yang paling berbahaya dari seorang manusia bukanlah paru-paru atau jantungnya, ..melainkan pikiran-pikirannya."

#JREEEEENG!! :))

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun