Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal
Muhamad Iqbal Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Komunikasi

Bukan buzzer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Petani dari Kaum Revolusi sampai Payung Agrari

2 Agustus 2020   18:56 Diperbarui: 2 Agustus 2020   18:58 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebetulnya antara kedua belah pihak harus sadar bahwa keduanya saling membutuhkan sehingga proses berembug serta kesepakatan bersama adalah koentji dari keberlangsungan simbiosis mutualisme ini. Jadi, ya mbok ya.... Percayalah banyak permasalahan lainnya yang mungkin menurutku perlu lebih diperhatikan.

Seperti masalah hama, mungkin cukup klise atau malah anda sudah bosan ketika mendengar masalah dalam dunia pertanian atau persawahan hanya berkutat pada hama. 

Tapi percayalah bahwa hama bukan hanya sekedar. Jadi seperti ini, kuambil contoh kasus hama wereng yang pada panen raya kali ini di tempatku cukup membuat bunek. 

Seyogyanya apabila sudah ada indikasi kalau sawah terserang wereng, maka petani akan melakukan penyemprotan pada bagian yang terserang. Dan apabila yang terserang merupakan wilayah yang luas seperti satu desa maka biasanya akan dilakukan pertemuan antara kelompok tani dengan penyuluh pertanian sekalian dengan pengamat hama. 

Langkah selanjutnya adalah dilakukannya gerdal (Gerakan pengendalian) oleh petani, penyuluh pertanian, dan pengamat hama  secara bersamaan. Tapi kan kadang kala petani terlambat menyadari kalau sawah sudah terserang wereng, akibatnya satu kotak sawah bisa hampir semuanya terserang wereng. Kalau sudah begitu kan jadi ya...agak malas, eman-eman banget lah. 

Walau begitu kita tidak bisa serta merta bepikir bahwa petani tersebut malas atau tidak telaten menggarap sawahnya. Bisa jadi ada faktor lain seperti, pak tani sedang menjadi tukang di salah satu pembangunan rumah, atau pak tani kalau tidak sedang musim tanam dan panen menjadi tukang kayu, atau beliau sedang berkonsentrasi pada jualnnya di pasar sehingga agak jarang menengok sawahnya. 

Menjadi petani bukan berarti saban hari nyemplung ke sawah terus nyari keong  atau hama buat dibuang dan merawat sawahnya seperti anak sendiri. Mereka juga butuh pekerjaan lain, memangnya cukup hasil panen untuk memenuhi kebutuhah sehari hari selama kurang lebih 3 bulan ke depan? 

Belum lagi kalau punya tanggungan anak yang masih sekolah. Jadi masalah hama adalah masalah yang yang tidak bisa hanya disekadarkan belum lagi  masalah pengairan, pupuk, harga jual gabah, hingga  kartu tani dan masih banyak lagi.   

Seperti itu saja kiranya ya, hal yang ingin saya tuliskan. Oh iya terakhir, ketika kutanyakan pada salah seorang petani (lebih tepatnya tidak seorang karena saat itu sedang bergerombol minum es dawet) kalau beliau-beliau ini dianggap pahlawan negeri, atau pahlawan pangan apa tanggapannya. Mereka menjawab ya tidak masalah mereka memberi julukan seperti itu tapi tetap saja "kita" masih rekoso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun