Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal
Muhamad Iqbal Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Komunikasi

Bukan buzzer

Selanjutnya

Tutup

Money

Di Tengah Himpitan Industri Kota, Petani Desa Gandoang Tetap Bisa Berprestasi

3 Maret 2020   08:09 Diperbarui: 3 Maret 2020   08:19 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Area persawahan desa Gandoang, Sumber :dok Pribadi

Bogor,3 Maret 2020-Ditengah himpitan industri kota, banyak sawah yang telah dibeli oleh para pengembang perusahaan.  Sawah murni milik petani jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan lahan sawah yang sudah dikuasai oleh pengembang. Saat ini banyak petani yang mengerjakan sawah milik pengembang dan jika suatu saat pengembang membangun tentunya lahan tersebut akan digunakan. 

Selain lahan yang jumlahnya semakin sedikit, sedikit juga anak muda yang mau menjadi petani atau meneruskan sawah milik orang tuanya, kebanyakan mereka memilih untuk bekerja di pabrik.

Namun Gapoktan ( Gabungan kelompok tani ) Gandoang Jaya membuktikan bahwa pertanian tetap bisa eksis di desa Gandoang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya komoditas unggulan pertanian yang dihasilkan dari desa tersebut. Mulai dari beras, beras merah aromatik, tanaman biofarmaka, talas, hingga buah melinjo. Tak heran jika Gapoktan Gandoang Jaya berhasil menyabet juara pertama lomba lumbung pangan di Bogor tahun kemarin, dan saat ini mereka tengah mempersiapkan lomba ditingkat provinsi.

Di Desa Gandoang petani menanam padi dengan cara yang cukup unik karena menggunakan metode tumpang sari dengan tanaman lain sehingga lahan termanfaatkan dengan baik. Disana beras merah yang dihasilkan berbeda dari beras merah biasanya, karena memiliki bau yang mirip dengan beras pandan wangi. 

Tanaman biofarmaka juga ditanam oleh petani di desa, mulai dari kunyit, jahe, lengkuas dan lain lain. Lalu yang tak kalah menarik adalah produk talas, talas yang dihasilkan tidak seperti talas pada umumnya karena ditanam dengan waktu minimal penanaman delapan bulan sehingga talas yang dihasilkan lebih lembut. Selain dijual mentah, talas tersebut juga diolah menjadi dodol talas, kripik daun talas, stick talas dan produk makanan lainnya. 

" Sebisa munggkin  warga dan petani di sini memanfaatkan semuanya, pengin nya saya ibu-ibu lagi nonton TV di rumah sambil ngelupasin kulit mlinjo kan lumayan kalo dijual " Ungkap pak Didi  ketua Gapoktan ketika menemani saya melihat area persawahan. (22-2-2020)

Dalam hal penjualan, petani juga dimudahkan dengan adanya Gapoktan di desa karena petani tidak perlu bingung untuk menjual hasil taninya. Melalui gapoktan harga yang didapat cukup baik karena tidak melalui tengkulak, Gapoktan langsung menjual kepada langganannya atau langsung ke pedagang pasar induk yang sudah berlangganan. " Saya ingin tengkulak sudah ngga masuk lagi ke desa, melalui gapoktan kan memudahkan petani " ujar pak Didi

Pak didi dan lahan garapanya, Sumber : dok pribadi
Pak didi dan lahan garapanya, Sumber : dok pribadi
Ibu  Widi selaku penyuluh pertanian merasa bangga dengan prestasi yang dicapai Gapoktan. Dirinya melihat ada sebuah progres yang baik dari sebelumnya, sehingga masyarakat akan melihat  walaupun lahan semakin sedikit namun petani tetap bisa bertahan. Disinilah peran penyuluh pertanian dibutuhkan. " Penyuluh itu sebagai orang yang memotivasi petani, transfer teknologi, sebagai corongnya petani dan menjadi pendampingnya petani " ujar Ibu Widi. Harapannya kedepan Gapoktan Gandoang Jaya bisa menjadi semacam sentra unggulan produk.      

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun