Mohon tunggu...
M. Iqbal Irfany
M. Iqbal Irfany Mohon Tunggu... -

Musafir dalam random-walk kehidupan. Tinggal dan studi di Jerman. @iqbalirfany (twitter)

Selanjutnya

Tutup

Money

Benarkah Interest Rate adalah "Harga" Uang?

9 April 2012   08:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:50 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam jual beli, tentu anda menginginkan harga yang sesuai dengan barang yang diperjualbelikan. Bayangkanlah Anda dikenakan harga yang salah ketika sedang berbelanja di supermarket. Katakan saja Anda hendak berbelanja 1 kg beras seharga 1 dinar, namun mesin pemindai ternyata mengidentifikasi harganya sebagai harga kentang sebesar 2 dinar.  Kira-kira seperti apa reaksi yang akan anda lakukan? Jika anda menyadari telah ada kesalahan harga, tentu anda akan melakukan protes bahwa yang anda inginkan adalah beras, bukan kentang. Namun jika anda tidak menyadarinya, maka sebenarnya anda telah 'dicuri' oleh mesin pemindai dan pada kejadian seperti ini tidak terjadi jual beli yang adil karena harga yg diberlakukan adalah harga yang salah.

Logika yang sama berlaku dalam jenis transaksi lainnya termasuk transaksi keuangan. Agar tercapai transaksi yang adil, penting kiranya untuk memastikan bahwa harga yang berlaku adalah harga yang tepat sesuai barang yang diperjualbelikan. Ketepatan harga yang diberlakukan pada khususnya atau mekanisme penetapan harga (pricing mechanism) pada umumnya merupakan necessary condition untuk menjamin tercapainya transaksi yang adil.

Di pasar keuangan, semenjak dahulu kala bahkan sampai zaman modern sekarang ini, masyarakat secara umum beranggapan bahwa interest rate adalah harga uang  (the price of money). Benarkah hal ini?  Secara singkat akan dijelaskan bahwa interest rate ternyata bukanlah the price of money melainkan harga waktu (the price of time). Sebagai konsekuensinya, interest rate tentu saja tidak dapat berperan dalam pricing mechanism yang tepat dan adil dalam berbagai bentuk transaksi keuangan, dalam hal ini pinjam-meminjam dana.

Logika sederhana yang mungkin bisa dikemukakan adalah karena keberadaan inflasi. Akan tetapi, dalam hal ini, akan ditunjukkan bahwa pengaplikasian interest rate sebagai the price of money tidaklah bisa merefleksikan nilai uang yang sebenarnya, terserah apakah terjadi inflasi atau tidak. Seandainya pun bisa, paling-paling interest rate hanyalah representasi harga bayangan (shadow price) dari uang. Untuk memahami hal ini, kita mesti memahami konsep time value of money seperti yang telah dibahas pada "Bukan Tafsir" edisi sebelumnya.

Konsep time value of money sendiri sebenarnya tidaklah dengan sendirinya menunjukkan bahwainterest rate mencerminkan biaya atau harga uang sesungguhnya. Interest rate hanyalah  "price of time" berdasarkan kesempatan (opportunity) yang  dimiliki.

Terdapat dua pertanyaan mendasar yang dapat dikemukakan dalam menganalisa hal tersebut. Pertama, bisakah kita mengukur  the price of money berdasarkan the price of time? Kedua, bisakah kita memberlakukan interest rate sebagai the price of time atas dasar opportunity yang ada? Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut akan memberikan klarifikasi penting bahwa interest rate hanyalah the price of time, bukan the price of money.

Cukup dengan pembuktian matematika sederhana untuk membuktikan bahwa interest rate hanyalahthe price of time. Persamaan future value uang paling sederhana (Ft=P(1+r)^t) secara jelas menyatakan bahwa future value of money (investment) tidak tumbuh berkembang berdasarkan nilai kiwarinya (present value) karena nilai present value merupakan suatu konstanta. Cobalah anda turunkan persamaan tersebut, maka nilai future value of investment akan berubah berdasarkan waktu dan interest rate yang diberlakukan. Implikasinya future value of investment akan berevolusi sepanjang waktu karena ia merupakan fungsi dari waktu itu sendiri. Cukup jelas dan mudah dipahami bahwa  interest rate adalah the price of time.

Dalam bahasa praktis, katakan saja Anda melakukan transaksi pinjam-meminjam uang melalui akad konvensional. Dalam kontrak, cukup jelas terlihat bahwa kewajiban pengembalian uang pinjaman akan dihargai berdasarkan waktu pinjamnya. Semakin tinggi interest rate, semakin mahal the price of time-nya.

Untuk lebih meyakinkan, cobalah anda buat fungsi produksi sederhana dimana kita anggap uang merupakan salah satu input produksi. Gantikan input barang kapital dengan uang (pinjaman) dimana kita anggap input fungsi produksi adalah uang dan waktu.

Dalam fungsi produksi seperti ini, uang tidak dapat berperan dalam proses produktif karena uang tidak serta merta dapat ditransformasikan menjadi input yang produktif. Implikasinya adalah bahwa bertambahnya waktu tentu tidak serta merta akan meningkatkan produksi karena proses produksi sebenarnya tidak bisa berjalan. Produksi di masa mendatang akan sama saja dengan tingkat output sekarang dan berlaku sampai periode kapanpun. Dengan kata lain, pertambahan produksi akibat pertambahan (input) waktu sebenarnya adalah nol. Oleh karena itu, hipotesis bahwa waktu adalah input fungsi produksi adalah keliru karena waktu sama sekali tidak mempengaruhi tingkat produksi.

Begitupun halnya dengan uang pinjaman itu sendiri. Pertumbuhan uang yang diinvestasikan tidak akan berdampak terhadap output selama pinjaman tersebut tidak dibelanjakan untuk hal-hal produktif. Berbeda halnya misalnya jika dengan uang tersebut anda membeli mesin, ketika mesin mesin dijalankan, output akan bertambah.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa uang dan waktu akan produktif hanya jika uang pinjaman dibelikan barang kapital lalu barang kapital yang dibeli tersebut dipakai secara produktif pula. Perlu dicatat bahwa terminologi "produktifitas oleh waktu" dalam hal ini bukanlah berarti bahwa output tersebut ditentukan oleh waktu, tetapi hanya mengisyaratkan bahwa output akan bertambah sepanjang waktu jika penggunaan barang kapital tersebut menambah output. Dapatlah dikatakan bahwa output dan waktu merupakan dua hal yang terpisah sama sekali. Variabel waktu hanyalah digunakan untuk menggambarkan evolusi output saja.

Dari uraian di atas cukup jelas bahwa interest rate bukanlah the price of money bahkan uang pinjaman pun tidak akan serta merta menambah output selama uang tersebut tidak dibelanjakan untuk membeli barang kapital produktif. Hal ini cukup memberikan justifikasi kekeliruan pengaplikasian interest rate sebagai "biaya pengembalian uang" yang membuat nilai pinjaman terus menggelembung seiring berjalannya waktu.

Implikasi lainnya adalah bahwa dalam transaksi keuangan, pricing mechanism perlu dilakukan melalui terminologi hargalain selain interest rate yang ternyata hanyalah merupakan the price of time. Bentuk transaksi lain - misalnya penetapan harga jual berdasarkan margin melalui kontrak jual beli barang kapital atau kontrak bagi hasil -  dimana pricing mechanism sama sekali tidak dikaitkan dengan waktu kiranya lebih adil dan lebih memiliki justifikasi ilmiah. Dari perspektif pricing mechanism ini, cukuplah jelas kiranya kenapa sebuah ayat mengharamkan riba (usury) dan sebagai pembandingnya adalah kontrak jual beli yang dihalalkan. Namun karena kolom ini adalah "Bukan Tafsir", tentu para fuqaha dan paramufassir lah yang lebih berkompeten menjelaskannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun