Mohon tunggu...
Syaifur Rizal
Syaifur Rizal Mohon Tunggu... -

wong ndeso asli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Toko Swalayan Tak Pernah Merayu; Tapi Aku

22 Januari 2015   19:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:35 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di akhir bulan biasanya Tuhan membagikan rezeki jatah saya melalui rekening bank. Jatah rezeki yang tentunya telah melalui banyak tangan untuk sampai ke rekening. Sangat banyak sekali jika dirunut hingga awal terciptanya alam semesta.

Orang fisika teori mengatakan bahwa alam semesta dimulai dari peristiwa ledakan besar. Bahasa kerennya The Big Bang. Andai satu unsur saja dari rantai terbentuknya alam semesta hingga seperti sekarang ini hilang, tidak ada jaminan rezeki saya bisa sampai pada nomor rekening yang tepat. Bahkan keberadaan manusia sendiri belum tentu ada. Dan jika manusia tak pernah ada, segala hal yang berkaitan dengan alam ide tak akan pernah lahir ke dunia materi.

Alam ide adalah alam kesadaran. Kesadaran yang oleh kita sebagai manusia, menempatkan diri sebagai makhuk sempurna. Sempurna menurut manusia sendiri. Lha iya tho. Wong yang membuat perihal definisi ide itu datang dari manusia itu sendiri. Karep-karepe dewe. Bahkan dalam Islam, Tuhan secara esklusif mengajarkan soal nama-nama benda kepada manusia pertama; Adam.

Apa kaitan pengajaran nama-nama benda dengan alam ide? Saya ndak tahu. Lebih tepatnya untuk sekarang saya masih belum tahu. Barangkali nanti kalau sudah ada ide, akan saya tulis di artikel berikutnya. Maklum saja, ini hanya sekedar menulis di waktu luang dengan harapan barangkali tulisan ini akan terlihat keren.

Kembali lagi ke soal rezeki. Paling gampang adalah jika satu unsur pembentuk alam semesta sekarang ini hilang, dan bumi tak pernah terbentuk, bagaimana bisa saya merasakan lapar kemudian bekerja dan mendapatkan gaji? Gaji yang kemudian dibelanjakan membeli makanan untuk di makan.

Nah, dari rasa lapar inilah yang jadi biang penggoda belanja macam-macam di toko swalayan. Lapar, atau lebih tepatnya ketakutan untuk merasa lapar di masa yang akan datang telah memicu diri untuk membuat persiapan. Semisal kalau-kalau di suatu malam yang hujan dan dingin disertai jutaan kenangan tentang mantan, dimana saya tak bisa kemana-mana, maka di saat itu tentu perut ini akan nikmat jika ada camilan untuk dikunyah. Oleh sebab itu, dari niat awal yang hanya ingin membeli sabun jadi merembet membeli beberapa bungkus kacang atom. Tak peduli bahwa banyak negara dunia telah membuat kesepakatan untuk tidak membuat bom atom. Padahal sebenarnya sesampainya di kamar usai belanja, meski malam yang hujan dan dingin sepi dengan jutaan kenangan tentang mantan tak juga hadir, camilan kacang atom tadi tetap saya habiskan.

Tulisan ini juga ditulis di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun