Mohon tunggu...
Syaifur Rizal
Syaifur Rizal Mohon Tunggu... -

wong ndeso asli

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pola Universal

28 Desember 2014   18:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:18 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam otak manusia, tertanam sebuah metode cara berfikir yang selalu mendasarkan pada konsep "sebab-akibat". Cara berfikir ini kemudian digunakan untuk menangkap berbagai fenomena alam material yang pada akhirnya ditemukannya sebuah pola. Kerja penangkapan pola ini dilakukan melalui perantara indra. Semisal jika gelas dilepaskan di udara, mata melihat gelas akan jatuh ke tanah. Pola jatuh ini kemudian oleh indra penglihatan dilihat juga pada benda-benda lain di sekitarnya. Orang yang jatuh ke bawah ketika melompat dari ketinggian, apel yang jatuh ke bawah dari pohon, dan seterusnya. Kemudian muncul rumus universal gravitasi klasik yang di cetuskan Newton. Ini berlaku untuk semua benda yang terpengaruh oleh gravitasi dengan batasan masalah tertentu.

Cara berfikir "sebab-akibat" ini juga kemudianlah yang menemukan berbagai macam ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang. Saya berpendapat bahwa ilmu pengetahuan itu sendiri adalah sebuah pola yang telah diamati secara terbatas oleh cara berfikir "sebab-akibat" yang secara alami tertanam di otak manusia. Ketika di antara manusia telah disepakati sebuah metode standar dalam pengamatan, maka pola-pola tadi dapat disampaikan melalui bahasa. Oleh sebab itu orang lain tanpa memperhatikan pola sedetail pelaku pengamat percobaan, dia bisa cepat menerima berdasarkan logika "sebab-akibat" dalam bahasa.

Lebih jauh karena saya seorang muslim, cara berfikir "sebab-akibat" ini merupakan sunatullah-otak yang ditanamkan Tuhan kepada manusia. Bukankah dulu dalam riwayat Islam Adam as diajarkan nama-nama benda oleh Tuhan. Dari nama benda kemudian muncul berbagai pertanyaan apa fungsinya (akibat dari keberadaan benda) dan seterusnya hingga muncul pertanyaan dari mana muasalnya? Lalu pertanyaan yang sama, dari mana muasal malaikat, iblis, dia sendiri (Adam as), dan alam raya? Dari kesemua itu kemudian muncul pola yang sama. Semua bermuasal dari Allah SWT. Maka Dia-lah yang Maha Pencipta.

Di masa sekarang, jika benar bahwa "sebab-akibat" merupakan sunatullah mengapa banyak orang yang tersesat? Ketersesatan ini muncul akibat ketidak lengkapan dalam melihat pola akibat batasan masalah atau keterbatasan pengamatan. Semisal:

Suatu petang ketika hujan deras telah berhenti lima belas menit yang lalu, si A masuk ke dalam rumah dalam keadaan basah kuyup. Beberapa saat kemudian si B, C, D, dan E menyusul masuk ke dalam rumah juga dalam keadaan basah kuyup. Si F yang sejak tadi siang berada di dalam rumah menyimpulkan bahwa si A, B, C, D, dan E basah kuyup dikarenakan mereka sempat kehujanan ketika menuju ke dalam rumah.

Kesimpulan si F dari sini menjadi benar dikarenakan pola yang dia amati. Tapi bukan berarti mutlak. Bisa saja si A, B. C, dan D datang dalam keadaan kering. Namun ketika sampai di halaman rumah, si E yang kehujanan tidak rela melihat kawannya berbaju kering. Lalu si E menyiram keempat kawannya dengan air. Lalu si A masuk terlebih dahulu ke dalam rumah dan disusul empat yang lain.

Di lain pihak, Tuhan menciptakan alam semesta secara fisik juga berdasarkan pada "sebab-akibat". Hujan dari awan mendung. Awan mendung dari kumpulan uap air yang sudah jenuh di udara. Uap air dari air yang menguap akibat panas, dan seterusnya. Bahkan semua unsur partikel dalam tubuh manusia, bumi, bulan, bintang, dan semua di alam semesta terbentuk dari kejadian sebelumnya (sebab). Kejadian sebelumnya berasal dari kejadian yang lebih lama, dan seterusnya.

Kesesuaian antara cara berfikir manusia yang mendasarkan pada "sebab-akibat" dengan alam semesta yang juga tercipta dari "sebab-akibat", maka cukuplah bahwa Allah SWT menciptakan seluruh alam raya ini dengan kalimat "Terjadilah". Karena yang "terjadi" selalu memiliki asal sebab dan tujuan akibat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun