Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seluk-beluk Orientasi Seksual LGBT (Bagian 1)

3 Mei 2016   17:21 Diperbarui: 19 Juli 2016   11:31 4306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Eksorsisme atau ritual pengusiran setan terhadap seorang gay. Ini ekstrim, tak ilmiah, cuma takhayul dan kebodohan. Sumber gambar http://douglaswhaley.blogspot.co.id/2014_06_01_archive.html.

Institut kesehatan masyarakat nasional yang terkemuka di Amerika Serikat, yang dinamakan The CDC (The Centers for Desease Control and Prevention), telah melakukan survei nasional atas 9.000 responden dari berbagai jenis OS selama tahun 2011 hingga 2013.

Para peneliti CDC menemukan bahwa ternyata pria hetero juga suka bereksperimen seksual anal dengan sesama pria yang juga hetero, meskipun keduanya sama sekali bukan homo dan juga bukan biseksual. Mereka menegaskan bahwa baik perempuan maupun lelaki keduanya sama-sama memiliki seksualitas yang cair, tidak baku, dan mereka terdorong juga untuk mengadakan hubungan seksual dengan sesama jenis kendatipun kedua belah pihak sama-sama bukan gay dan juga bukan lesbian dan bukan biseksual. Mereka menandaskan bahwa OS itu ternyata mendiami kawasan abu-abu, ketimbang kawasan hitam atau putih.

Dalam kasus ini, harus jelas buat kita bahwa eksperiman bebas dalam berhubungan seks sama sekali bukan sebuah OS! Dalam banyak bidang kehidupan, kita suka mengadakan berbagai eksperimen bebas karena rasa ingin tahu atau kuriositas kita, dari hal-hal kecil sampai ke hal-hal besar. LGBT dapat berhubungan seksual dengan hetero, atau sebaliknya, karena mereka ingin tahu saja di mana nikmatnya dan di mana tidak nikmatnya hubungan seksual eksperimental ini. Manusia adalah organisme yang bebas melakukan eksperimen dalam hal apapun. 

Kehendak bebas atau freewill manusia adalah juga salah satu faktor ekstragenetik (yang umumnya dinamakan faktor epigenetik) yang ikut menentukan perilaku seksual seseorang. Perilaku seksual itu, jika dilihat dari sudut ini, jadinya bukan suatu bakat yang tidak bisa diubah lagi hingga orang wafat, juga bukan suatu takdir ilahi yang tidak bisa ditolak. Perilaku seksual itu, jadinya, memang urusan keputusan bebas pribadi masing-masing pasangan apapun yang terlibat, selain faktor-faktor biologis juga ikut memberi andil kuat. Kemauan gen bukan segala-galanya untuk segala hal dalam kehidupan organisme manapun dalam jagat raya ini.

Hal yang terpenting adalah ini: Jika LGBT ditolak, dibenci dan dimusuhi oleh para ideolog anti-LGBT, justru karena para heteroseksual juga bisa berubah sementara menjadi LGBT sejalan dengan kehendak bebas mereka, maka, konsekwensinya, para heteroseksual manapun juga harus senantiasa dicurigai, diawasi dan dikuntit, dan juga perlu harus dibenci dan dimusuhi dan diperangi. Harap anda catat: setiap heteroseksual juga LGBT potensial!

Lalu, siapakah yang harus mengawasi dan menguntit kalangan hetero yang juga LGBT potensial ini? Tuhan Allahkah? Lalu, Allah dalam agama yang mana? Juga, Apakah Allah mempunyai OS? Ataukah justru Allah melampaui atau mentransendir semua kategori OS sehingga dia juga merangkul semua OS yang ada dalam alam ini dengan kasih sayang? Dunia semacam inikah yang kita inginkan, yang sangat dibuat rumit dan repot oleh masalah OS yang sebetulnya lebih merupakan masalah personal, sejauh tidak menimbulkan ekses tindak kriminal dan penyebaran berbagai penyakit kelamin yang berbahaya dan mematikan seperti HIV/AIDS dalam masyarakat dan dalam setiap rumah tangga?

The CDC selanjutnya menyimpulkan demikian:

“Hal yang benar adalah bahwa satu-satunya orang yang tahu tentang segala sesuatu mengenai identitas seksual diri sendiri dan pilihan-pilihan seksual sendiri adalah diri orang-orang itu sendiri. Lepas dari sudah berapa banyak studi dan laporan yang sudah dibuat, aktivitas seksual dan orientasi seksual akan selalu merupakan isu-isu personal yang rumit, yang sangat mungkin menghasilkan beranekaragam pengalaman yang berbeda bagi setiap orang, dan berisi beranekaragam perasaan dan kisah yang tidak dapat diungkap hanya dengan angka-angka.”/31/

Kaitan antara gen dan lingkungan atau ekologi kehidupan dan gaya hidup dalam membentuk OS seseorang juga ditemukan dalam kajian-kajian yang terfokus pada “penanda-penanda epigenetik” (“epigenetic markers”, atau EM). EM menunjuk pada perubahan-perubahan kimiawi (metil-metana) pada DNA yang berdampak pada ihwal bagaimana gen mengekspresikan diri (dalam ilmu genetika, mekanisme ini dinamakan “DNA methylation”), tapi tidak berdampak pada informasi genetik dalam gen sendiri. EM ini dapat diturunkan ke generasi selanjutnya, tapi juga dapat diubah oleh lingkungan kehidupan dan gaya hidup.

Faktor genetik dan faktor epigenetik berinteraksi dalam semua aspek biologis manusia, juga dalam pembentukan OS setiap individu. Studi klinis mutakhir yang dilakukan genetikus Eric Vilain dkk dari Universitas California, Los Angeles (UCLA), telah menemukan interaksi antara gen dan epigen dalam pembentukan OS. Vilain menegaskan bahwa dia tidak terkejut ketika menemukan bahwa selain faktor genetik, faktor epigenetik juga terhubung dengan OS seseorang./32/

Sebuah kajian mutakhir tentang orientasi seksual juga menunjukkan bahwa tingkat keandalan memprediksi orientasi seksual dengan berbasis gen sangat signifikan, mencapai angka 70 persen. Kajian ini dilakukan pada orang dewasa. Tim peneliti menemukan bahwa proses metilasi (methylation) atau perubahan epigenetik pada DNA (yang dilakukan sel-sel untuk membuat gen-gen tertentu berada pada posisi “off”) berperan signifikan dalam menjadikan seseorang berorientasi seksual LGBT. Proses metilasi epigenetik ini dapat dipicu oleh efek-efek hormonal dalam rahim saat janin sedang mengalami pertumbuhan, atau tak lama sesudah kelahiran karena pengaruh lingkungan. Metilasi epigenetik pada DNA ini diteruskan ke generasi-generasi berikutnya, sejalan dengan gaya dan lingkungan kehidupan orangtua atau kakek dan nenek si individu./33/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun