Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Prof. Franz Magnis-Suseno dan Ahok sekitar Relokasi

26 April 2016   13:21 Diperbarui: 30 April 2016   00:12 5197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerap terjadi apa yang dinamakan kejut budaya atau “culture shock” kalau orang pindah ke kawasan baru yang asing, khususnya kalau kita pindah ke suatu negeri lain yang penduduknya berbicara dalam bahasa asing dan hidup berbudaya yang berbeda, dan kita kehilangan kawan-kawan lama dan sanak-saudara lama, dan harus mengubah gaya hidup dan kebiasaan lama. Kejut budaya ini memerlukan waktu panjang untuk dapat diatasi, lewat banyak tahapan. 

Nah semua tahap dalam beradaptasi, bersosialisasi dan menjalani suatu kehidupan baru di lingkungan yang baru ini, harus bisa dihadapi dan dilewati dengan melibatkan bantuan para profesional lintasbidang. Pemprov DKI tentu saja sama sekali tidak naif dalam hal-hal ini. Ada banyak tim ahli yang membantu Gubernur Ahok dalam berbagai bidang.

Jadi, lebih baik sebagai seorang rohaniwan, Rm. FMS terlibat dalam penanganan soal-soal sosiopsikologis itu yang muncul pasca-relokasi alih-alih memprovokasi warga mapan DKI untuk melawan Ahok. Sekali lagi, apa ada yang mau?

Saya sungguh kecewa kalau betul Rm. FMS berpandangan seperti yang terbaca dalam tulisan di Teropong Senayan tersebut di atas. Kelihatan beliau tidak tahu duduk persoalan sebenarnya yang memang tidak simpel. Saya sendiri diam-diam terus mempelajari langkah-langkah Gubernur Basuki dalam program-program relokasi penduduk di wilayah-wilayah tertentu DKI yang sedang diayunkannya.

Rm. FMS tentu punya kebebasan berpendapat. Tetapi sebagai seorang akademisi juga, mustinya beliau berpijak pada data dan fakta sebelum mengajukan pendapat negatif tentang relokasi penghuni kawasan Luar Batang. Pak Ahok punya segudang data di kantornya. Kunjungilah Gubernur Ahok di sana. Tukar pikiran tentang arah dan tujuan ke depan dari relokasi tersebut. Itu jauh lebih baik ketimbang sang romo ikut menyiram bensin ke dalam kobaran suasana yang sudah cukup panas untuk membakar lebih besar lagi.

Nah, kembali ke pertanyaan yang saya sudah ajukan di atas, otentikkah pendapat Rm. FMS dalam Teropong Senayan itu? Banyak orang meragukannya lantaran citra negatif telah ditempelkan pada Teropong Senayan yang kerap dipelesetkan menjadi Kedondong Senayan. Buah durian itu penuh duri di bagian permukaan luarnya; tetapi daging di dalamnya lembut dan lezat betul. Sebaliknya, kedondong itu licin di luarnya, tetapi daging di dalamnya keras dan penuh duri tajam. Sebagai manusia, kelihatannya Gubernur Ahok itu sebuah durian! 

Saya sudah cari info ke beberapa pihak yang kenal dekat Rm. FMS untuk memastikan apakah pendapatnya yang sudah viral sekarang ini otentik atau hoax atau aspal. Sampai detik ini, saya belum bisa memastikan.

Ada yang beri saya info, bahwa tulisan atau pendapat itu otentik, namun ditulis Rm. FMS di tahun 2003, ketika DKI dipimpin Gubernur Sutiyoso (6 Oktober 1997 hingga 7 Oktober 2007), tapi juga dibumbui oleh editornya dengan opininya sendiri di tahun 2016. Salah seorang yang berkeyakinan demikian adalah Andreas Yewangoe, mantan Ketum PGI. Tetapi, dalam hal ini, Yewangoe memandang Rm. FMS yang berbicara lewat Teropong Senayan 2016 itu adalah Rm. FMS era Gubernur DKI Fauzi Bowo (2007-2012). Apapun juga, artinya, Yewangoe tidak percaya kalau Rm. FMS dapat bersikap sangat antagonistik, berpandangan demikian negatif tentang relokasi di tahun 2016 ini saat DKI dipimpin Gubernur Ahok.

Tetapi, ada seorang romo kolega Rm. FMS yang kepada saya kemarin telah menyatakan bahwa betul itu pendapat Rm. FMS saat diwawancara beberapa hari lalu, 22 April 2016, yang kemudian diterbitkan dengan diberi banyak bumbu tak sedap oleh si jurnalis pewawancara. Meskipun demikian, sang kolega FMS yang telah berkomunikasi dengan saya itu menegaskan bahwa “KTP-ku tetap buat Ahok sebab Ahok jauh lebih baik dibandingkan orang-orang lain yang mau mencalonkan diri!”

Susahnya, sekali lagi, susahnya, saya sudah mendapat pemberitahuan bahwa Rm. FMS membisu abadi ketika seorang kolega beliau lainnya di pagi hari, 24 April 2016, dengan tatap muka memberitahu reaksi-reaksi yang sedang muncul terkait pendapat-pendapatnya tentang relokasi yang dimuat di Teropong Senayan sekaligus bertanya apakah pernyataan-pernyataan Rm. FMS itu otentik. Padahal mustinya Rm. FMS proaktif memberi klarifikasi. Ini jelas sangat membingungkan. Bukan mencerahkan.

Sikap membisu itu sangat bisa ditafsirkan bahwa Rm. FMS memang tetap konsisten dengan sikap dan pendiriannya sejak 2003 hingga 2016 bahwa beliau menolak setiap usaha penggusuran atau pengusiran orang miskin dari tempat-tempat tinggal mereka selama ini, sekalipun tempat-tempat tinggal mereka itu kumuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun