Mohon tunggu...
I Nyoman Bramastra Yana
I Nyoman Bramastra Yana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Taruna PKTJ Tegal

Taruna PKTJ Tegal, Prodi TRO Kelas A. Semua butuh proses, jalani, nikmati, syukuri dan tetap semangat

Selanjutnya

Tutup

Film

Movie Review: Sang Penari Atau The Dancer (2011)

1 Desember 2022   10:43 Diperbarui: 1 Desember 2022   10:45 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

                  Sang Penari atau The Dancer merupakan film sukses pada tahun 2011. Film ini merupakan film adaptasi kedua dari novel film Darah dan Mahkota Ronggeng (1983). Sang Penari membutuhkan dua tahun penelitian untuk menyajikan konteks sejarah dengan sangat baik, termasuk Gerakan 30 September dan peristiwa pembantaian anti-komunis yang mengikuti ceritanya. Cerita ini dalam novelnya disensor oleh pemerintahan Orde Baru saat itu, namun digambarkan jelas dalam film ini. Walaupun film ini berlatar dan diambil di Purwokerto, Jawa Tengah.

                  Kekuatan film Sang Penari bukan sekedar mengangkat tema cinta, pun menempatkan tokohnya pada dilema antara loyalitas kepada negara dan cinta kepada seorang penari ronggeng di sebuah desa miskin Indonesia pada pertengahan 1960-an. Rasus, seorang tentara muda menyusuri kampung halamannya, mencari cintanya yang hilang pada saat dulu. Film yang terinspirasi dari trilogi "Ronggeng Dukuh Paruk" karya Ahmad Tohari ini melibatkan banyak masyarakat Desa di Banyumas, Jawa Tengah, tempat lokasi pembuatan film ini.

                  Di awal film menceritakan, tokoh Rasus dijadikan sebagai teman masa kecil Srintil. Perasaan cinta tumbuh hingga dewasa seiring kebersamaan mereka setiap harinya. Resminya Srintil menjadi ronggeng sangat tidak disukai Rasus karena menjadi ronggeng berarti "dimiliki bersama". Tiap laki - laki yang mampu menawar harga tinggi boleh menidurinya. Itu artinya, meski Rasus memiliki Srintil, ia juga milik banyak lelaki yang siap menidurinya kapan saja selagi mampu membayar penawaran dengan harga tertinggi. Rasus sangat tidak rela dengan hal tersebut, namun juga tidak kaya untuk membayar penawaran. Saat tradisi pengambil keperawanan seorang ronggeng pertama kali atau disebut sebagai bukak klambu dimulai, Srintil diam - diam menyerahkan keperawanannya kepada Rasus sebelum diambil oleh lelaki lain karena perasaan cinta yang dimilikinya. Setelah itu, Rasus pergi dari desa dan menjadi tentara, sementara itu Srintil makin terkenal dan Desa Paruk makin berjaya.

                  Kejayaan dari Desa Paruk tidak bertahan lama. Karena tidak bisa membaca, warga Desa terjebak oleh propaganda politik dan tindakan semena - mena militer. Padahal, seharusnya mereka hanya hadir dalam rangka pergelaran ronggeng untuk pertunjukan sebuah partai yang dilarang pemerintah karena paham komunisnya. Pembantaian terjadi di mana-mana. Rasus yang anggota TNI terlambat untuk menyelamatkan Srintil yang entah dibawa ke mana.

            Setelah berjalannya waktu sepuluh tahun kemudian, Rasus tidak sengaja bertemu tukang kendang buta dan penari  yang sedang menggelar tarian dengan upah seadanya di pinggiran jalan . Tentu saja Rasus masih ingat betul wajah warga desa tempat ia dilahirkan. Mereka adalah Sakum dan Srintil. Srintil berpenampilan sangat berantakan setelah kejadian buruk yang menimpanya. Ia bahkan ketakutan dan tidak mengenali Rasus. Kemudian, Rasus memberikannya keris ronggeng pusaka milik Srintil, dan ia mengingat Rasus setelah itu mereka pun pergi sambil menari bahagia.

            Kemiskinan dan kebodohan berkaitan erat di Desa Paruk tersebut. Tidak heran karena kisah ini terjadi pada tahun 1953, hanya beberapa tahun setelah Indonesia menjadi negara sendiri. Bertempat tinggal di daerah tertinggal, tidak terjangkau akses pendidikan seperti di perkotaan, serta sistem pemerintah yang salah menjadi faktor terjadinya kisah kemirisan ini.

https://cinemapoetica.com/sang-penari-menari-sembari-menumpang-kereta-sejarah/
https://cinemapoetica.com/sang-penari-menari-sembari-menumpang-kereta-sejarah/
            Warga yang hanya kenal adat, Ronggeng dianggap sebuah kehormatan, bentuk kepatuhan terhadap leluhur. Ronggeng dipertunjukkan untuk semua kalangan, baik dewasa atau pun anak-anak. setiap laki-laki meski sudah memiliki istri sekalipun, boleh mengambil keperawanan seorang ronggeng asal mereka mampu membayarnya. Setiap perempuan menganggap hal tersebut umum meski itu dilakukan oleh suami mereka sendiri. Berhubungan badan dengan ronggeng dipercaya membawa kebaikan bagi mereka. Adat ini menjadi turun-temurun di desa tersebut.


            Dalam film digambarkan militer yang tidak segan membantai warganya yang dituduh bersalah tanpa bukti yang kuat. Masyarakat yang tidak bisa membaca dijejali ideologi tentang memperjuangkan hak rakyat malah menjadi sasaran empuk propaganda politik. praktik prostitusi. Unsur budaya Indonesia seperti batik, kebaya dan baju-baju lama juga digambarkan persis seperti masa setelah kemerdekaan. Tempe bongkrek yang sering menyebabkan keracunan pada jaman itu, sudah jarang muncul. Namun, tetap menjadi bagian dari budaya Indonesia.

              Film ini sangat menarik untuk ditonton yanng berisikan unsur budaya, sosial, dan politik. Permainan tokoh para pemeran juga menyatu dan sangat totalitas. Tema film yang mengambil suasana seperti di desa pada masa lalu menambahkan keunikan pada film tersebut. Kekurangan dari film ini adalah tidak adanya soundtrack, mungkin hal ini dimaksud agar seperti menonton film jadul pada zaman dahulu. Meski demikian, kekurangan ini ditutup dengan cerita yang dihadirkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun