Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moeldoko dan "Hebb's Theory Perceptual Learning" dalam Berpolitik

1 April 2021   15:48 Diperbarui: 1 April 2021   15:52 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: netral.news

Saya tersenyum, kakak saya berkata lagi" Dalam bingkai itulah, maka Moeldoko, hadir sebagai sosok yang kini seakan meredup, dan tenggelam , setelah penolakan pemerintah, namun sesungguhnya adalah, dia sedang masuk ke zona " hibernation" untuk  kemudian membuktikan bahwa 'dia  seorang pemimpin, dan  tahu ke mana dia ingin pergi dan bangkit. Pada akhirnya, walaupun  kalah maupun menang akan tercatat sebagai sosok yang berani, walaupun banyak pengamat melabeli nya 'dengan pecundang'  dan   berpolitik dengan ' tanpa etika" Kakak saya  menambahkan. "Ini baru pemanasan, belum final. Masih ada peluang, di depan mata, sehingga perlu napas panjang"

Atas dasar itu, itulah saya mencoba mengaitkannya dengan Teori Hebb ,yang dikemukakan oleh Donald Olding Hebb menarik untuk dibangunkan bahwa Hebb mencoba untuk mempelajari bagaimana sebuah neuron dapat berpengaruh terhadap proses psikologis seperti dalam proses pembelajaran. Kehadiran Moeldoko, yang awalnya biasa saja, tenang dan bisa-biasa saja, lalu hadir berkelebat, dan  berbeda dia seakan hadir membuat ' perceptual  publik  terbalik, yang tenang, lalu mengagetkan, maka persepsi ini akan masuk pada "long term memory", ini adalah langkah yang menarik.

Inilah yang sebenarnya terjadi pada sosok Moeldoko, di mana model pemrosesan diyakini terprogram dan tidak bergantung pada tugas.  Selama ini kesan yang dianut  publik. memang, studi terbaru menunjukkan, bagaimanapun, bahwa belajar tergantung pada tugas.

Ruang politik publik  dalam proses pembelajaran, menunjukkan bahwa setidaknya  ada dua proses pembelajaran yang berbeda terlibat dalam pembelajaran perceptual itu , yang mencerminkan tingkat pemrosesan yang berbeda ranah kognitif publik, .yaitu aturan asosiatif dan  arsitektur sistem dalam masyarakat "

Aturan asosiatif publik yang terkesan galak, dan cenderung brutal pada kehadiran sosok yang berbeda menjadi titik lemah publik politik  pasca reformasi.  Pada dimensi inilah  pemikiran publik, atau meminjam Teori Hebb itu, otak yang  bekerja secara menyeluruh dalam satu keterkaitan sedang dimainkan oleh narasi gerakan Moledoko, karena Karakteristik dari kumpulan sel adalah paket neural yang diasosiasikan dengan satu objek lingkungan. Sederhananya adalah jika persepsi publik  diberikan  stimulus dengan wajah dan perilaku berbeda oleh Sosok Moeldoko, maka  akan muncul ide-ide baru terhadap sosok Moeldoko (tentu termasuk tulisan ini), maka sistem stimulus itu terbangun di zona  bawah sadar publik.

Dalam teori Hebb itu  perceptual akan berubah karena  melihat persepsi yang terus dibangun bahwa  "Pemimpin menjadi suri teladan yang lebih kuat saat mereka belajar, bukan saat mereka mengajar." Karena Hal yang paling mendasar dari kepemimpinan adalah bahwa anda harus memiliki sebuah visi.

Maka   Ujian terakhir dari seorang pemimpin adalah mewariskan kepada orang-orang yang dipimpinnya keyakinan dan kemauan untuk terus maju." Dan Moeldoko kini telah menunjukkan dirinya namanya , kesan kepribadiannya seakan dirobek oleh kasus KLB demokrat itu, namun dia telah memberikan khabar bahwa  Para pemimpin yang baik harus terlebih dulu menjadi pelayan yang baik., walaupun dengan teraniaya lebih dahulu.

Lalu atas dasar itu jugalah kakak berkomentar lagi "Kepemimpinan dilaksanakan lebih sebagai sikap dan tindakan nyata, bukan sekadar kata-kata. Pemimpin harus berani mengambil sikap, walaupun banyak dikritik, sebab seorang pemimpin adalah  pemberi harapan dan Moeldoko telah memberikan diri nya untuk mewedarkan bahwa  "Orang-orang bertanya perbedaan antara pemimpin dan bos. Pemimpin memimpin, dan bos mengendalikan." Menirukan kata bijak dari  - Presiden Theodore Roosevelt

Moeldoko, dalam kaca mata kakak saya, yang sederhana itu, sosok yang tidak oportunis. Dia bukan sosok yang tipenya mencari kesempatan dalam kesempitan, apalagi  aji mumpung. Dia tidak mengambil peluang yang tidak diyakininya. Tentu dia juga tidak mengorbankan keluarganya, kalau memang tidak benar-benar terpanggil.

Sebuah asumsi kakak saya yang jitu adalah, Kalau dia tidak merasa Demokrat masuk jurang dan hancur berantakan , mungkin seorang Moeldoko  santai, dan tetap saja menikmati kedudukannya selama ini, menjadi KSP, jabatan yang sangat bergengsi. Lalu, pertanyaan satire kaka saya mengapa dia memilih   bersedia ketua Partai Demokrat itu? kalau tidak memang 'ada sesuatu yang kritis di demokrat, bukan?

Apalagi melihat Moeldoko selama ini penuh perhitungan dan gerakannya jitu. Dia mau kalau hati nuraninya tersentuh, dan jiwa sapta marganya tetap  untuk negara ini.  Katanya serius lagi. Perilaku-perilakunya  yang dihadirkan untuk memberikan pembelajaran ke publik, secara terus menerus maka publik akan menjadi lebih mantap dan efisien dalam memberikan tanggapan, paling tidak untuk diajak berperilaku ke arah kebaikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun