Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY, AHY, dan Partai Demokrat yang Terbelah

6 Maret 2021   21:47 Diperbarui: 7 Maret 2021   23:40 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Saya ingat kata-kata Abraham Lincoln" Hampir semua orang dapat menanggung kemalangan, tapi jika Anda ingin menguji watak manusia, coba beri dia kekuasaan."  Dan kekuasaan SBY itu akhirnya nampak juga seperti apa mencengkeram diri dan keluarganya, dan ini nampaknya menjadi sebuah petaka.

 Petaka itu karena  SBY dengan AHY itu , Phenomenistic causality  yang merupakan teori Piaget, itu semakin menunjukkan bahwa sesorang benar-benar merajut kausalitas antar peristiwa, ditarik hanya atas dasar kedekatan spasial atau temporal. Kedekatan sang Ketua Umum,karena sang anak membuat dirinya lepas kendali dalam proses berpikir, seperti rengekan anak-anak semata, dengan melempar pluru kesana kemari, kelihatan kurang dewasa dalam berpolitik.

 SBY dengan AHY , Nampak lupa dengan pesan  Erich Fromm filsuf berkebangsaan Jerman-  dalam memimpin Partai Demokrat saat ini, "Di masa lalu, pemimpin adalah bos. Namun kini, pemimpin harus menjadi partner bagi mereka yang dipimpin. Pemimpin tak lagi bisa memimpin hanya berdasarkan kekuasaan struktural belaka. Dan , masalahnya hanya itu, kemampuan elite partai dimana pun termasuk di demokrat, ketika lupa membuat yang dipimpin menjadi partner, maka  siap-siap ditinggalkan oleh pengikutnya.

Teriakan AHY dan SBY dengan pendukungnya, selalu mengatakan KLB Deli serdang adalah  KLB abal-abal, dan inkonstusional, karena melanggar AD/ART, namun banyak yang melihat bahwa  AD/ART yang diusungnya,  memang telah dikemas dengan kekuasaan sendiri untuk  tidak memberikan peluang yang bersifat demokratis, sehingga mudah mengecap yang berseberangan "salah" Ketika ini terjadi maka Plato, murid Socrates, seakan menjadi inspirasi baru, "yaitu Jika Anda harus melanggar hukum, lakukanlah untuk merampas kekuasaan yang korup; untuk kasus-kasus lain pelajarilah lebih dulu"

Kekuasaan   selalu memberikan kenikmatan, yang sejatinya semu, tidak langgeng, hidup manusia hanya sebentar,  apa lagi ucapan SbY memang perlu direnungkan, " rasa malu, dan rasa bersalah saya, yang dulu beberapa kali memberikan kepercayaan dan jabatan kepadanya. Saya mohon ampun ke hadirat Allah SWT,"  Ada semacam penyesalan, karena tidak membalas budi atas kebaikan yang telah diberikan kepada Jenderal  Moeldoko, sungguh miris kakak saya mendengarkannya.

 Untuk kasus ini, saya jadi teringat kata penyair WS Rendra  tentang politik  dan kekuasaan "Politik adalah cara merampok dunia. Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan, untuk menikmati giliran berkuasa. Penyesalan SBY itu nampak akan menguap karena politik memang demikian adanya.

Cahaya masih ada, dalam kemelut ini, karena  banyak ditampilkan hal-hal menarik, sehingga dapat meningkatkan literasi politik  bagi rakyat Indonesia. Seperti ,  kerawanan politik dinasti, yang mengutamakan kekeluargaan, dan bekerja tanpa usaha, berada di puncak gunung, tanpa pernah mengeluarkan keringat  dalam mendaki. Prisip -prinsip itu,  Sesungguhnya di tolak oleh atmosfer pemikiran "publik"

Maka kakak saya berkata lagi , karena dia terinspirasi kata- kata Mahatma  Gandhi, "Kekuatan ada dua macam. Yang satu diperoleh karena takut akan hukuman dan yang lain dengan tindakan cinta. Kekuatan berdasarkan cinta seribu kali lebih efektif dan permanen daripada yang berasal dari rasa takut akan hukuman. Mengampuni berarti tidak melupakan. Keutamaan nya terletak pada mencintai terlepas dari pengetahuan bahwa seseorang yang harus dicintai bukanlah teman. Tidak ada keutamaan mencintai musuh ketika kamu melupakannya dan menganggapnya sebagai teman.

Selama ini memang sangat santer terungkap bahwa ada ketimpangan dalam beberapa hal, yakni

(1) AHY  belum optimal melaksanakan persamaan dan kesamaan, sudahkah melakukan pada aspek sama pada semua kader yang berkeringat, atau paling tidak yang membesarkan partai Demokrat? Artinya, seorang pemimpin  harus menjamin setiap kader  mendapatkan hak yang sama dalam hukum, hak yang sama untuk hidup dan beraktivitas sesuai dengan kewajibannya (swadharmanya,) termasuk juga hak-hak istimewa yang mungkin didapatkan karena kecakapannya. Ketika pak SBY mengangkat AHY, walaupun dibilang aklamasi, namun kepemimpinannya dan SBY hanya ada dikata kader, bukan ada di hati kadernya, kalau dan diawali biasa-biasa, saja, namun semakin ke belakang semakin kabur , kekesalan dan arahnya menjadi elitis, kader yang berkeringat, justru malah dibuang jauh-jauh.

(b) AHY belum sepenuhnya mampu membedakan, sosok  mana kawan dan mana lawan, kawan yang benar-benar sungguh-sungguh bisa membawa partai menjadi lebih baik, bisa jadi  teman saudara bahkan ayah sendiri, belum tentu bisa melakukan yang  baik, karena sudut pemikiran dan pengalaman berbeda. Ego dan karakter berbeda. Saya berharap AHY yang masih muda bisa belajar banyak, dan demokrat, partai ini bisa menjadi partai modern sebagai tempat menempa dan membangun jiwa kepemimpinan generasi muda, sebab selama ini  banyak jalur pimpinan daerah harus  dihadirkan oleh partai, dan partai demokrat  salah satu menjadi banyak harapan generasi muda yang ingin menjadi pimpinan daerah  maupun pusat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun