Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Belajar dari Kehancuran Bangsa Wrishni

24 Mei 2020   11:19 Diperbarui: 24 Mei 2020   11:14 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kenaikan harga adalah sebuah senjata yang digunakan saling menikam.  Hidup menjadi sebuah siksaan.  Sinisme akan para elit yang  mulutnya berbusa-busa saling berargumen  seolah bangkit dari bawah sadar, kemudian bersemayam masuk ke dalam alam  nyata  yang sangat mengerikan, menjadi anarkisme yang yang tidak beradab.

 Betapa tidak, kini telah   terjadi perubahan paradigma ideologi. Ideologi  yang selalu dipegang dalam hidup ini  yang bersumber dari keyakinan hilang sirna. Paradigma baru yang memberikan  perhatian  pada yang lahiriah dan yang kasat mata  kini kian mengeras dan mengental. 

Dari sudut pandang duniawi, hari ini mestinya adalah awal sebuah tahun yang menjanjikan di masa depan, namun semua menjadi sirna ketika pengambil kebijakan hanya bisanya menuntut  kepentingan kelompok mereka, mencaci maki diantara mereka. Prilaku dan etika para elit  telah jauh merosot, terjebak dalam kubangan egosentrisme pribadi yang tanpa ujung.

 Memang sangat jauh  dengan paradigma yang luhur ini,  manusia harus ditopang oleh keyakinan akan kekuasaan Tuhan. Walaupun disadari benar bahwa para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang mengaku  berasal dari  lingkungan para  tokoh agama, namun prilakunya  jauh dari roh agama, mungkin  dari  sudut inilah   agama kini seakan kehilangan rohnya. Manusia telah bergerak dengan simbol-simbol agama yang hanya tampak secara lahiriah, namun hatinya kering tanpa jiwa yang abadi.

Inilah sebuah petaka, sebuah kehancuran.   Semua siap membela, semua siap bergerak hanya untuk mempertahankan ego, dan keserahkahan. Hanyut dalam mimpi-mimpi buruk, yang semula diyakini sebagai kutukan akibat banyaknya prilaku yang menistakan agama, menistakan para tokoh agama, menghancurkan banyak tempat pemujaan, membakar rumah Tuhan, menghaniaya pendeta, rohaniawan  dan semua pengikutnya. Seperti inilah awal kehancuran bangsa Wrishni, yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

 Akankah  seperti ini rona perjalanan bangsa --bangsa di dunia saat ini ketika pandemi wabah yang terus memberikan rasa khawatir yang tak berkesudahan, atau  bisa jadi sebuah  pesan bahwa segera terjadi  pergantian fase zaman, Yakni zaman  kali pun nampak bisa berakhir  lebih cepat. Dan alam semesta memasuki zaman satya(kebenaran). Entahlah.

Lalu kalau itu terjadi,  Apa penyebabnya?  Dan sudah pasti akibat karma buruk terpendam sekian lama, sebuah karma yang sarat kepentingan pribadi. Renungan kali ini melihat kembali detik-detik kehancuran bangsa Wrishni nampaknya perlu kita ketahui sebagai cermin  untuk melangkah ke depan.pesan indahnya adalah" , "Jangan takut akan perubahan. Kita mungkin kehilangan sesuatu yang baik, namun kita akan peroleh sesuatu yang lebih baik lagi.

****

Ketika tengah malam, bulan bersinar   syahdu di  langit kota Dwaraka  terhalang oleh awan gelap yang menyerupai  raksasa hitam yang sungguh mengerikan. Temaraman sinar  bulan  itu membuat   situasi mencekam yang sangat dalam di hati penduduk kota itu. 

Udara malam terasa  semakin panas, tiada yang dapat menduga apa penyebabnya. Dari balik awan gelap itu sosok makhluk aneh muncul kepermukaan dia berkeliling  dan memurti, dengan ajian yang luar biasa, kilatan matanya membahana, menebarkan hawa panas  terus bergulir  tiada tara.

Kejadian-kejadian aneh pun kemudian menyusul tanpa bisa diduga, senjata para pemimpin melesat keangkasa dan pergi entah kemana, sosok gelap mengobrak abrik tempat suci dan membakarnya.  Para apsara kemudian  melarikan bendera kebanggaan Krishna dan Baladewa ke angkasa sambil berteriak lantang." Oooooo..... Hiiiiiiiiiiii!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun