Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar di Rumah, Menjadi Guru di Hati Murid

26 Maret 2020   07:08 Diperbarui: 10 April 2020   21:39 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan belajar dari rumah untuk para siswa mengingat penyebaran virus corona (Covid-19) yang kian masif,  terus di galakkan. Pada kodisi demikian, kreativitas guru menjadi sangat vital untuk memberikan konten yang bisa membuat siswa betah belajar di rumah , tanpa membuat keluyuran keluar rumah untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Walaupun tidak bertemu sang guru, namun  para murid tetap senang belajar. Pada koridor itu, menjadi guru haruslah di hati murid bukan di mata murid. Murid akan segan walaupun secara fisik tak bertemu guru.

Guru dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno)  diartikan  orang yang dimuliakan, kata guru merupakan serapan dari bahasa Sansekerta. Dalam pengertian lain, kata Guru berasal dari dua suku kata Sanskerta yaitu Gu dan Ru yang merupakan kependekan  dari kata "Gunatitha" yang berarti tidak terbelenggu oleh materi. 

Ru kependekan dari kata "Rupavarjitha" yang artinya mampu mengubah (menyeberangkan) orang lain dari lautan sengsara.  Pada bingkai itu,  guru menjadi profesi yang dihargai. Hal ini dikarenakan  guru memiliki fungsi adiluhung sebagai penuntun. Dalam menuntun inilah, salah satu aspek yang penting adalah memotivasi ,yakni  dengan memagari hati sang anak untuk selalu berbuat kebaikkan.

Namun sejalan dengan  tesis  Brad Henry, seorang mantan seorang pengacara dan politisi Amerika yang merupakan Gubernur ke-26 Oklahoma AS,   dia menulis, " A good teacher can inspire hope, ignite the imagination, and instill a love of learning,(Seorang guru yang baik dapat menginspirasi harapan, membangkitkan imajinasi, dan menanamkan kecintaan belajar.)

Lalu diranah itulah, guru harus mampu membuka cakrawala pemikiran muridnya, sehingga   ketika izasah dianggap penting, dan menjadi ukuran untuk bekerja dan bukan kompetensi, maka  peran guru sesungguhnya telah direduksi, sistem demikian, peran guru sudah  tidak optimal lagi, maka tak hayal  akan melahirkan generasi yang  memiliki mental  cari selamat, tak ada budaya unggul yang ada adalah budaya formalitas dan instan.

Maka, guru yang ke sekolah hanyalah formalitas saja.lebih-lebih sebagaian besar pendidikan hanya ditimpakan ke sekolah, tentu telah bias pada hakikat pendidikan sesungguhnya. Akibatnya  peradaban kita stagnan, dan bisa jadi mundur. Seharusnya, kata Ki Hajar Dewantara setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah,. Hidup itu singkat; kesempatan tak datang setiap saat; pengalaman guru terbaik, dan bersikap adil itu sangat sulit.

Saya didik dalam agama Hindu, dalam konsepsi Hindu, guru merupakan eksistensi profesi yang utama, ada catur guru yang selalu dimulaikan. Catur Guru berasal dari Bahasa Sanskerta dari kata Catur yang sama artinya dengan kata Catus dan Cadhu yang berarti empat. Sedangkan  Guru juga berarti orang yang digugu dan ditiru ( Menurut Ki Hajar Dewantara ). 

Jadi Catur Guru berarti empat Guru yang harus dihormati di dalam mencari kesucian serta keutamaan hidup. Tuhan disanjung dalam doa sebagai, "Bhavya Namaha." Apa arti bhava dalam istilah Vednta? Bhava menunjukkan Yang Mahatinggi yang mewujud sebagai alam semesta yang  kasat mata ini.

Bercermin keraifan zaman dulu,  guru berwibawa karena menjadi satu-satunya panutan, sumber informasi, dan pengetahuan. Kalau sekarang kondisinya berubah. Anak bisa memperoleh informasi dari banyak sumber. Bahwa mereka sekolah, itu karena tuntutan formalitas saja. Sebetulnya banyak yang malas sekolah karena guru membosankan, tapi kalau tidak bersekolah tentu tidak dapat ijazah, dan hingga saat ini ijazah masih dianggap sangat penting. 

Mereka yang tahu tentang cara berpikir tidak membutuhkan guru, Mahatma Gandhi Politikus dari India 1869-1948, menulis bahwa para guru yang bijaksana tidak menawari muridnya  untuk masuk ke dalam rumah kebijaksanaan, melainkan membawakannya ke ambang pikiran muridnya.Artinya, guru tidaklah etis menjejali dengan pengetahuan seperti mengisi tong kosong. Guru sejati membangun untuk bisa menumbuhkan rasa ingin tahu pada diri muridnya.

Menganggap guru itu bukan lah mesin,guru adalah satu diantara sekian faktor ynag membuat keberhailan pendidikan, Yaitu, Seni tertinggi guru adalah untuk membangun kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan, Peristiwa murid menantang gurunya di Gresik, Jawa Timur, beberapa waktu silam.  sungguh menarik, lalu bagaimana solusinya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun